AI Meningkatkan Penyebaran Hoaks

Komunikasi Praktis

AI Meningkatkan Penyebaran HoaksArtificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan adalah teknologi yang memiliki kemampuan pemecahan masalah layaknya manusia. Dampak negatifnya, AI meningkatkan penyebaran informasi bohong atau hoaks (hoax) dalam beberapa cara.

Beberapa AI yang paling populer atau banyak digunakan adalah ChatGPT. Open AI ini digunakan secara luas untuk berbagai tugas, mulai dari pembuatan konten hingga pemecahan masalah.

Alat AI populer lainnya termasuk QuillBot untuk bantuan menulis, Midjourney dan Civitai untuk pembuatan gambar, dan Perplexity AI untuk penelitian dan pengumpulan informasi . Ada juga aplikasi AI seperti Google Gemini, Character AI, dan NovelAI.

Hoaks kian subur muncul dan tersebar di media sosial, termasuk X, Instagram, Facebook, Youtube, dan terutama TikTok. Orang dengan mudah memproduksi konten teks, audio, gambar, video, dan lainnya yang berisi manipulasi atau informasi palsu. CNN Indonesia bahkan mengabarkan AI Bikin Kacau Berita.

AI meningkatkan penyebaran hoaks

Berikut penjelasan singkat mengapa AI meningkatkan penyebaran hoaks. AI memungkinkan siapa saja memproduksi konten manipulatif yang sulit dibedakan dari konten otentik.

1. Pembuatan Konten Palsu (Deepfake dan Teks Otomatis)

AI seperti deepfake dan model bahasa (seperti ChatGPT atau lainnya) bisa digunakan untuk:

* Membuat video/audio palsu yang tampak dan terdengar nyata.
* Menyusun berita bohong dengan gaya penulisan meyakinkan.
* Meniru gaya penulisan tokoh tertentu (misalnya, untuk menyebarkan pernyataan palsu).

2. Penyebaran Otomatis Melalui Bot

AI dapat digunakan untuk:

* Mengotomatiskan penyebaran hoaks di media sosial.
* Meningkatkan jangkauan pesan dengan menggunakan akun palsu atau bot canggih.
* Menargetkan pengguna dengan algoritma psikologis (micro-targeting).

3. Personalisasi Hoaks

Dengan data dari media sosial, AI dapat:

* Menyesuaikan hoaks agar sesuai dengan pandangan atau emosi pengguna tertentu.
* Membuat narasi yang lebih sulit untuk dibantah karena terasa “relevan secara pribadi”.

Tapi perlu dicatat, AI juga dapat digunakan untuk memerangi hoaks, misalnya:

* Deteksi deepfake dan gambar palsu.
* Verifikasi fakta otomatis.
* Mendeteksi akun bot penyebar hoaks.

Contoh AI digunakan dalam penyebaran hoaks

Berikut beberapa contoh nyata dan tren terbaru bagaimana AI, khususnya deepfake, digunakan dalam penyebaran hoaks dan penipuan:

1. Deepfake sebagai alat penipuan suara & video

  • Penipuan perbankan & eksekutif: Fraudsters menggunakan deepfake suara untuk meniru suara atasan, meminta transfer dana. Satu kasus kehilangan US$ 25 juta terjadi di sebuah perusahaan Singapura karena deepfake CEO (esecurityplanet.com, incidentdatabase.ai).
  • Skala global: Kecerdasan AI membuat peniru suara hanya butuh 3–5 detik training, dengan tingkat kemiripan hingga 85 % .

2. Deepfake dalam kampanye politik & disinformasi

  • Pemilu internasional: Di Prancis, video deepfake yang melibatkan keluarga Marine Le Pen muncul dan ditonton jutaan kali (en.wikipedia.org).
  • Di Ghana, jaringan bot berbasis ChatGPT menyebar konten partisan sebelum pemilu Desember 2024 (dexpert.co.id).
  • Di India, partai politik menggunakan deepfake tokoh yang sudah meninggal untuk kampanye (reddit.com).

3. Kasus hoaks dengan AI di Indonesia

  • Hoaks Jokowi berbahasa Mandarin: Video tahun 2023 memperlihatkan Jokowi “fasih Mandarin” lewat teknik deepfake, yang kemudian ramai dibantah oleh Kominfo (inet.detik.com).
  • Skema bantuan palsu: Sindikat yang menggunakan deepfake Prabowo Subianto dalam video untuk menipu ratusan warga, dengan dana dialirkan lewat WhatsApp (jakartaglobe.id).
  • Lonjakan penipuan deepfake: Indonesia mencatat peningkatan kasus deepfake sebesar 1.550 % antara 2022–2023 (liputan6.com).

4. Deepfake pornografi & eksploitasi

  • Skandal Taylor Swift: Januari 2024 muncul gambar deepfake pornografi Swift, dilihat lebih dari 45 juta kali sebelum dihapus (en.wikipedia.org).
  • Eksplorasi pelanggaran consent: Forum di Australia membuat deepfake pornografi untuk korban tanpa izin—mengundang debat kriminalisasi (dailytelegraph.com.au).

Demikian ulasan tentang AI meningkatkan penyebaran hoaks di era media sosial ini. Media massa atau wartawan kian berperan sebagai sumber informasi terpercaya. Berita yang baik dan benar disusun dengan mematuhi kode etik jurnalisti, termasuk disiplin verifikasi memastikan kebenaran sebuah peristiwa.

Jadi, jangan jadikan media sosial sebagai sumber informasi, kecuali akun resmi milik perusahaan media atau lembaga pers.

Discover more from Komunikasi Praktis

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading