HOAX adalah kabar, informasi, atau berita palsu atau bohong.
Hoax (baca: hoks) merupakan ekses negatif kebebasan berbicara dan berpendapat di internet, khususnya media sosial dan blog.
Hoax bertujuan membuat opini publik, menggiring opini, membentuk persepsi, juga untuk having fun yang menguji kecerdasan dan kecermatan pengguna internet dan media sosial.
Pengertian Hoax
Hoax adalah sebuah pemberitaan palsu adalah usaha untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal sang pencipta berita palsu tersebut tahu bahwa berita tersebut palsu. (Wikipedia).
Salah satu contoh pemberitaan palsu yang paling umum adalah mengklaim sesuatu barang atau kejadian dengan suatu sebutan yang berbeda dengan barang/kejadian sejatinya.
Suatu pemberitaan palsu berbeda dengan misalnya pertunjukan sulap; dalam pemberitaan palsu, pendengar/penonton tidak sadar sedang dibohongi, sedangkan pada suatu pertunjukan sulap, penonton justru mengharapkan supaya ditipu.
Asal Usul Kata Hoax
Kata atau istilah hoax muncul pertama kali di kalangan netter Amerika. Kata hoax didasarkan pada sebuah judul film: The Hoax.
The Hoax adalah film drama Amerika 2006 yang disutradarai Lasse Hallström. Film ini dibuat berdasarkan buku dengan judul yang sama oleh Clifford Irving dan berfokus pada biografi Irving sendiri serta Howard Hughes yang dianggap dianggap membantu menulis.
Banyak kejadian yang diuraikan Irving dalam bukunya yang diubah atau dihilangkan dari film.
Sejak itu, film the hoax dianggap sebagai film yang banyak mengandung kebohongan. Sejak itulah setiap kali muncul berita palsu atau bohong, netter Amerika menggunakan istilah hoax.
Namun, menurut filologis Inggris, Robert Nares (1753–1829), kata hoax muncul sejak abad 18 sebagai singkatan atau kata lain dari “hocus” atau permainan sulap (Wikipedia).
Hoax dan Media Sosial
Hoax menjadi perhatian serius pemerintah setelah muncul isu atau rumor “serbuan 10 juta pekerja China ke Indonesia”.
Kabar serbuan pekerja kasar China ke Indonesia tidak sepenuhnya hoax karena kenyataannya –sebagaimana diberitakan media-media mainstream– memang serbuan itu ada, namun –setidaknya menurut pemerintah– tidak sampai 10 juta, tapi “hanya” 20-ribuan.
Hoax kebanyakan muncul dan tersebar di media sosial, seperti Facebook dan Twitter, serta blog. Tidak jarang media online (situs berita) juga turut menyebarkan hoax, terutama media yang oleh Dewan Pers disebut sebagai media abal-abal.
Kini pemerintah dan Dewan Pers, juga polisi, memantau media-media online pembuat dan penyebar hoax. Menurut polisi, media sosial penyebar hoax itu menjalankan pola ‘hit and run’.
”Pelaku yang belakangan melempar isu-isu hoax di media sosial
itu, modusnya, adalah buka akun baru, lempar isu, tutup akun, buka akun
baru, lempar, dan tutup lalu pergi. Begitu seterusnya. Hit and run.
Ini benar-benar membuat repot kita dan ini sedang kita analisis,” kata
Direktur Tindak Pidana Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Agung Setya saat
dihubungi Kamis (29/12/2016), dikutip Berita Satu.
Penyebar hoax bisa dipidana penjara hingga 6 tahun. “Bagi Anda yang suka mengirimkan kabar bohong (hoax), atau bahkan cuma sekadar iseng mendistribusikan (forward),
harap berhati-hati. Ancamannya tidak main-main, bisa kena pidana
penjara enam tahun dan denda Rp 1 miliar,” kata Kepala Biro Penerangan
Masyarakat Mabes Polri, Kombes Rikwanto. (Tempo).
Baca Juga: Contoh Hoax yang Disebarkan Media
Hoax yang menjadi perhatian serius polisi tentu saja hoax yang sifatnya “politis”, seperti memojokkan pemerintah atau “mengancam stabilitas” serta “merusak citra pemerintah”. Jika hoax-nya mengusung misi pencitraan rezim, mungkin lain lagi ceritanya. Wasalam. (www.komunikasipraktis.com).*