Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia (Lengkap)

Komunikasi Praktis

Kode Etik Junalistik adalah etika profesi wartawan atau himpunan etika profesi kewartawanan.

Sebagai profesional –layaknya dokter, pengacara, dan profesi lain yang membututuhkan keahlian khusus– wartawan terikat kode etik untuk menjalankan tugasnya dengan baik.

Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia

Berikut ini Kode Etik Junalistik yang berlaku di Indonesia, mulai dari Kode Etik Jurnalistik versi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), kode etik jurnalistik versi Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) yang ditetapkan Dewan Pers, hingga Pedoman Pemberitaan Media Siber sebagai kode etik wartawan media online.

Kode Etik Junalistik PWI

Kode Etik Jurnalistik (KEJ) versi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebagaiman dirilis laman resmi PWI.

Persatuan Wartawan Indonesia

Bahwa sesungguhnya salah satu perwujudan kemerdekaan Negara Republik Indonesia adalah kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan sebagaimana diamanatkan oleh pasal 28 Undang-undang Dasar 1945. Oleh sebab itu kemerdekaan pers wajib dihormati oleh semua pihak

Mengingat negara Republik Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum sebagaimana diamanatkan dalam penjelasan Undang-undang Dasar 1945, seluruh wartawan Indonesia menjunjung tinggi konstitusi dan menegakkan kemerdekaan pers yang bertanggung jawab, mematuhi norma-norma profesi kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta memperjuangkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial berdasarkan pancasila.

Maka atas dasar itu, demi tegaknya harkat, martabat, integritas, dan mutu kewartawanan Indonesia serta bertumpu pada kepercayaan masyarakat, dengan ini Persatuan Wartawan Indonesia(PWI) menetapkan Kode Etik Jurnalistik yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh wartawan Indonesia.

BAB I 
KEPRIBADIAN DAN INTEGRITAS 


Pasal 1

Wartawan Indonesia beriman dan bertaqwa kepada tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila, taat kepada undang-undang Dasar Negara RI, kesatria, menjunjung harkat, martabat manusia dan lingkungannya, mengabdi kepada kepentingan bangsa dan negara serta terpercaya dalam mengemban profesinya.

Pasal 2

Wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan kesatuan bangsa, menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang.


Pasal 3

Wartawan Indonesia pantang menyiarkan karya jurnallistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) yang menyesatkan memutar balikkan fakta, bersifat fitnah, cabul serta sensasional.

Pasal 4
Wartawan Indonesia menolak imbalan yang dapat mempengaruhi obyektivitas pemberitaan.

BAB II 
CARA PEMBERITAAN DAN MENYATAKAN PENDAPAT 


Pasal 5

Wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dari kecepatan serta tidak mencampur adukkan fakta dan opini sendiri. Karya jurnalistik berisi interpretasi dan opini wartawan, agar disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya.

Pasal 6

Wartawan Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi kehidupan pribadi dengan tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) yang merugikan nama baik seseorang, kecuali menyangkut kepentingan umum.

Pasal 7
Wartawan Indonesia dalam memberitakan peristiwa yang diduga menyangkut pelanggaran hukum atau proses peradilan harus menghormati asas praduga tak bersalah, prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang.

Pasal 8
Wartawan Indonesia dalam memberitakan kejahatan susila (asusila) tidak merugikan pihak korban.

BAB III 
SUMBER BERITA

Wartawan Indonesia menempuh cara yang sopan dan terhormat untuk memperoleh bahan karya jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) dan selalu menyatakan identitasnya kepada sumber berita.

Pasal 10

Wartawan Indonesia dengan kesadaran sendiri secepatnya mencabut atau meralat setiap pemberitaan yang kemudian ternyata tidak akurat, dan memberi kesempatan hak jawab secara proporsional kepada sumber atau obyek berita.

Pasal 11

Wartawan Indonesia meneliti kebenaran bahan berita dan memperhatikan kredibilitas serta kompetensi sumber berita.

Pasal 12

Wartawan Indonesia tidak melakukan tindakan plagiat, tidak mengutip karya jurnalistik tanpa menyebut sumbernya.


Pasal 13

Wartawan Indonesia harus menyebut sumber berita, kecuali atas permintaan yang bersangkutan untuk tidak disebut nama dan identitasnya sepanjang menyangkut fakta dan data bukan opini.
Apabila nama dan identitas sumber berita tidak disebutkan, segala tanggung jawab ada pada wartawan yang bersangkutan.

Pasal 14

Wartawan Indonesia menghormati ketentuan embargo, bahan latar belakang, dan tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber berita tidak dimaksudkan sebagai bahan berita serta tidak menyiarkan keterangan “off the record”.

BAB IV 
KEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIK 


Pasal 15

Wartawan Indonesia harus dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Jurnalistik PWI (KEJ-PWI) dalam melaksanakan profesinya.

Pasal 16

Wartawan Indonesia menyadari sepenuhnya bahawa penaatan Kode Etik Jurnalistik ini terutama berada pada hati nurani masing-masing.

Pasal 17

Wartawan Indonesia mengakui bahwa pengawasan dan penetapan sanksi atas pelanggaran Kode Etik Jurnalistik ini adalah sepenuhnya hak organisasi dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan PWI.

Tidak satu pihak pun di luar PWI yang dapat mengambil tindakan terhadap wartawan Indonesia dan atau medianya berdasarkan pasal-pasal dalam Kode Etik Jurnalistik ini.

Kode Etik AJI

Aliansi Jurnalis Independen percaya bahwa kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia.

Kode Etik AJI

Dalam menegakkan kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik atas informasi, anggota AJI wajib mematuhi Kode Etik sebagai berikut :

1. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.

Penafsiran :
Informasi yang benar adalah informasi yang telah melewati verifikasi sesuai standar jurnalistik .

2. Jurnalis selalu menguji informasi dan hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.

Penafsiran :
Cukup Jelas.

3. Jurnalis tidak mencampuradukkan fakta dan opini

Penafsiran :
Cukup Jelas.

4. Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Penafsiran :
Informasi penting yang berkaitan dengan kepentingan publik ialah segala bentuk informasi yang menyangkut hajat hidup orang banyaksesuai dengan prespektif hak asasi manusia

5. Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang tidak memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.

Penafsiran :
Cukup Jelas.

6. Jurnalis mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan, pemberitaan serta kritik dan komentar.

Penafsiran :
Cukup jelas

7. Jurnalis menolak segala bentuk campur tangan pihak manapun yang menghambat kebebasan pers dan independensi ruang berita.

Penafsiran :
Cukup Jelas.

8. Jurnalis menghindari konflik kepentingan. Jika konflik kepentingan tak bisa dihindari, maka jurnalis menyatakannya secara terbuka kepada publik.

Penafsiran:

Konflik kepentingan adalah suatu keadaan yang bisa mengaburkan sikap jurnalis atau media dari misinya untuk menyampaikan berita yang akurat dan tanpa bias.

Menyatakan secara terbuka adalah menjelaskan posisi jurnalis dalam konflik kepentingan pada karya jurnalistiknya

9. Jurnalis dilarang menerima sogokan.

Penafsiran :

Yang dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang dan fasilitas lainnya, yang secara langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi jurnalis dalam kerja jurnalistik. Jurnalis tidak menerima fasilitas peliputan dari pihak lain kecualihal itu merupakan satu-satunya cara untuk memperoleh informasi yang penting bagi publik.
Rekomendasi : perlu diperjelas dalam kode perilaku

10. Jurnalis menggunakan cara yang etis dan profesional untuk memperoleh berita, foto, dan dokumen.

Penafsiran:
Cara-cara etis dan profesional antara lain menunjukkan identitas kepada narasumber; tidak menyuap; dan tidak merekayasa pengambilan gambar, foto, dan suara. Penggunaan cara-cara tertentu, seperti teknik penyamaran, hanya bisa digunakan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.

11. Jurnalis  segera memperbaiki, meralat, atau mencabut berita yang diketahuinya keliru atau tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada publik.

Penafsiran :
Keharusan mencabut berita berlaku untuk berita yang secara substansial salah, misalnya berita bohong atau berita fiktif. Keharusan meralat berlaku untuk berita yang sebagian faktanya mengandung kekeliruan. Untuk media televisi dan radio mengacu pada P3SPS.

12. Jurnalis melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Penafsiran :
Proporsional adalah pemberian ralat pemberitaan yang seimbang pada kesempatan pertama kekeliruan itu diketahui. Untuk media cetak penempatan ralat diletakkan sesuai regulasi dewan pers. Untuk media elektronik sesuai regulasi KPI. Pada media siber dilakukanpada updating berita yang sama.

13. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.

Penafsiran :
Cukup jelas

14. Jurnalis dilarang menjiplak.

Penafsiran
Cukup jelas

15. Jurnalis tidak menyembunyikan praktik-praktik tidak etis yang terjadi di kalangan jurnalis dan media.

Penafsiran
Cukup jelas

16. Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, jenis kelamin, orientasi seksual, bahasa, agama, pandangan politik, orang berkebutuhan khusus atau latar belakang sosial lainnya.

Penafsiran ;
Istilah kebencian mengacu pada ungkapan tidak senang (verbal dan non verbal) yang bersifat memusuhi, merendahkan, dan menghina yang ditujukan kepada individu atau kelompok tertentu.

17. Jurnalis menghormati hak narasumber untuk memberikan informasi latar belakang, off the record, dan embargo.

Penafsiran :
Cukup jelas

18. Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku serta korban tindak pidana di bawah umur.

Penafsiran :
Ketentuan penggunaan narasumber yang meminta dirahasiakan (anonim):
· Berupaya mengidentifikasi narasumber, karena publik berhak mengetahui sebanyak-banyaknya informasi tentang ketepercayaan narasumber.
· Selalu menguji motif narasumber sebelum menyepakati keanoniman.
· Menyebutkan alasan  keanoniman kepada publik.
· Memegang teguh kesepakatan keanoniman.
· Yang dimaksud anak di bawah umur mengacu pada UU Perlindungan Anak.
· Yang dimaksud narasumber konfidensial adalah:
· orang-orang yang terancam keamanannya apabila identitasnya dibuka. Identitas yang harus dirahasiakan adalah segala informasi yang bisa membuat seseorang dikenali jati dirinya seperti nama, alamat, orang tua, nama sekolah, dan nama tempat kerja.

19. Jurnalis menghormati privasi, kecuali untuk kepentingan publik.

Penafsiran :
Privasi adalah segala segi kehidupan pribadi seseorang dan keluarganya. Pengabaian atas privasi hanya bisa dibenarkan bila ada kepentingan publik yang dipertaruhkan, seperti untuk membongkar korupsi atau mencegah perilaku yang membahayakan kepentingan umum. Jurnalis mengakui bahwa orang biasa memiliki hak lebih besar untuk merahasiakan privasinya daripada pejabat atau tokoh publik.

20. Jurnalis  dilarang menyajikan berita atau karya jurnalistik  dengan mengumbar kecabulan, kekejaman, kekerasan fisik, psikologis dan seksual.

Penafsiran
Kekerasan psikologis adalah sebuah tindakan verbal maupun non verbal yang mengakibatkan trauma.

21. Jurnalis tidak beritikad buruk, menghindari fitnah, dan pencemaran nama baik.

Penafsiran :
Tidak beritikad buruk artinya tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pada pihak lain. Dalam proses kerja jurnalistik, hal itu antara lain berupa kesengajaan tidak melakukan verifikasi dan konfirmasi.

Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI)

Kemerdekaan pers merupakan sarana terpenuhinya hak asasi manusia untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi.

Dalam mewujudkan kemerdekaan pers, wartawan Indonesia menyadari adanya tanggung jawab sosial serta keberagaman masyarakat.

Guna menjamin tegaknya kebebasan pers serta terpenuhinya hak-hak masyarakat diperlukan suatu landasan moral/etika profesi yang bisa menjadi pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan professionalitas wartawan.

Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan Kode Etik:

  1. Wartawan Indonesia menhormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
  2. Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi.
  3. Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta dengan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi, serta tidak melakukan plagiat.
  4. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnak, sadis dan cabul, serta tidak menyebut identitas korban kejahatan susila.
  5. Wartawan Indonesia tidak menerima suap, dan tidak menyalahkan profesi.
  6. Wartawan Indonesia memiliki Hak Tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang dan off the record sesuai kesepakatan.
  7. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani Hak Jawab.

Pengawasan dan penetapan sanksi atas pelanggaran kode etik ini sepenuhnya diserahkan kepada jajaran pers dan dilaksanakan oleh Organisasi yang dibentuk untuk itu.

Bandung, 6 Agustus 1999     
Kami atas nama organisasi wartawan Indonesia :

1. AJI Lukas Luwarso
2. ALJI Rendy Soekamto
3. AWAM Qohari Khalil
4. AWE Rusyanto
5. HIPSI M.A. Nasution
6. HIPWI R.E. Hermawan, S.
7. HIWAMI H. Erwin Amril
8. HPPI H. Sutomo Parastho
9. IJTI Achmad Zihni Rifai
10. IPPI Eddy Syahron Purnama
11. IWARI Ferdinad R.
12. IWI Rosihan Sinulingga
13. KEWADI M. Suprapto, S
14. KO-WAPPI HAns Max Kawengian
15. KOWRI H. Lahmuddin B. Nasution
16. KWI Arsyid Silazim
17. KWRI R. Priyo M. Ismail
18. PEWARPI Andi Amiruddin M
19. PJI Darwin Hulalata
20. PWFI H.M. Sampelan
21. PWI Tarman Azzam
22. SEPERNAS G. Rusly
23. SERIKAT PEWARTA Maspendi
24. SOMPRI Yayan R.
25. SWAMI H. Ramlan M.
26. SWII KRMH. Gunarso G.K.

Penafsiran
Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI)

1. Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.

Wartawan Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa melaporkan dan menyiarkan informasi secara faktual dan jelas sumbernya, tidak menyembunyikan fakta serta pendapat yang penting dan menarik yang perlu diketahui publik sebagai hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, akurat.

Contoh kasus : Kasus korupsi dan manipulasi disebuah instansi, baik pemerintah maupun swasta, konspirasi yang berniat menimbulkan kekacauan, wabah penyakit yang melanda daerah/wilayah tertentu, bahan makanan yang mengandung zat berbahaya dan atau tidak halal, yang dikonsumsi oleh masyarakat/publik, dll.

2. Wartawan Indonesia menempuh cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi.

Wartawan Indonesia dalam memperoleh informasi dari sumber berita/nara sumber, termasuk dokumen dan memotret, dilakukan dengan cara-cara yang dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum, kaidah-kaidah kewartawanan, kecuali dalam hal investigative reporting.

3. Wartawan Indonesia menghormati azas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta dan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi, serta tidak melakukan plagiat.

Wartawan Indonesia dalam melaporkan dan menyiarkan informasi, tidak menghakimi atau membuat kesimpulan kesalahan seseorang, terlebih lagi untuk kasus-kasus yang masih dalam proses peradilan.

Wartawan tidak memasukkan opini pribadinya. Wartawan sebaiknya, dalam melaporkan dan menyiarkan informasi perlu meneliti kembali kebenaran informasi.

Dalam pemberitaan kasus sengketa dan perbedaan pendapat, masing-masing pihak harus diberikan ruang/waktu pemberitaan secara berimbang.

4. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis dan cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila.

Wartawan Indonesia tidak melaorkan dan menyiarkan informasi yang tidak jelas sumber dan kebenarannya, rumor atau tuduhan tanpa dasaar yang bersifat sepihak. Informasi yang secara gamblang memperlihatkan aurat yang bisa menimbulkan nafsu birahi atau mengundang kontroversi publik. Untuk kasus tindak perkosaan/pelecehan seksual, tidak menyebutkan identitas korban, untuk menjaga dan melindungi kehormatan korban.

5. Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi.

Wartawan Indonesia selalu menjaga kehormatan profesi dengan tidak menerima imbalan dalam bentuk apapun dari sumber berita/nara sumber, yang berkaitan dengan tugas-tugas kewartawanannya, dan tidak menyalahgunakan profesi untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

6. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang dan off the records sesuai kesepakatan.

Wartawan Indonesia melindungi nara sumber yang tidak bersedia disebut nama dan identitasnya.

Berdasarkan kesepakatan, jika nara sumber meminta informasi yang diberikan untuk ditunda pemuatannya, harus dihargai. Hal ini berlaku juga untuk informasi latar belakang.

7. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani hak jawab.

Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat pemberitaan dan penyiaran yang keliru dan tidak akurat dengan disertai permintaan maaf. Ralat ditempatkan pada halaman yang sama dengan informasi yang salah atau tidak akurat.

Dalam hal pemberitaan yang merugikan seseorang atau kelompok, pihak yang dirugikan harus memberikan kesempatan untuk melakukan klarifikasi.

Pengawasan dan penetapan sanksi terhadap pelanggaran kode etik ini, sepenuhnya diserahkan kepada Jajaran Pers dan dilaksanakan oleh Organisasi yang dibentuk untuk itu.

Jakarta, 1 September 1999         

1. Lukas Luwarso
2. R.H. Siregar, SH
3. Drs. J.B. Wahyudi
4. Drs. M.A. Nasution, SH
5. Tarman Azzam
6. S. Satria Dharma
7. Maspendi
8. Achmad Zihni Rifai
9. R. Priyo M. Ismail, SH
10. Sjamsul Basri
11. Drs. G. Rusly

Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Dewan Pers

Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Dewan Pers

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.

Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.

Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme.

Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:

Pasal 1

Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2

Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
Pasal 3

Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

Pasal 4

Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran 
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.
Pasal 5

Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi  atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Pasal 7

Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.
Pasal 8

Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
Pasal 9

Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.
Pasal 10

Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Pasal 11

Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.
Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006
Kami atas nama organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia:
1. Aliansi Jurnalis Independen (AJI);  Abdul Manan
2. Aliansi Wartawan Independen (AWI);  Alex Sutejo
3. Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI);  Uni Z Lubis
4. Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI);  OK. Syahyan Budiwahyu
5. Asosiasi Wartawan Kota (AWK);  Dasmir Ali Malayoe
6. Federasi Serikat Pewarta;  Masfendi
7. Gabungan Wartawan Indonesia (GWI);  Fowa’a Hia
8. Himpunan Penulis dan Wartawan Indonesia (HIPWI);  RE Hermawan S
9. Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI);  Syahril
10. Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI);  Bekti Nugroho
11. Ikatan Jurnalis Penegak Harkat dan Martabat Bangsa (IJAP HAMBA);  Boyke M. Nainggolan
12. Ikatan Pers dan Penulis Indonesia (IPPI);  Kasmarios SmHk
13. Kesatuan Wartawan Demokrasi Indonesia (KEWADI);  M. Suprapto
14. Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI);  Sakata Barus
15. Komite Wartawan Indonesia (KWI);  Herman Sanggam
16. Komite Nasional Wartawan Indonesia (KOMNAS-WI);  A.M. Syarifuddin
17. Komite Wartawan Pelacak Profesional Indonesia (KOWAPPI);  Hans Max Kawengian
18. Korp Wartawan Republik Indonesia (KOWRI);  Hasnul Amar
19. Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI);  Ismed Hasan Putro
20. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI);  Wina Armada Sukardi
21. Persatuan Wartawan Pelacak Indonesia (PEWARPI);  Andi A. Mallarangan
22. Persatuan Wartawan Reaksi Cepat Pelacak Kasus (PWRCPK);  Jaja Suparja Ramli
23. Persatuan Wartawan Independen Reformasi Indonesia (PWIRI);  Ramses Ramona S.
24. Perkumpulan Jurnalis Nasrani Indonesia (PJNI);   Ev. Robinson Togap Siagian
25. Persatuan Wartawan Nasional Indonesia (PWNI);  Rusli
26. Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat;  Mahtum Mastoem
27. Serikat Pers Reformasi Nasional (SEPERNAS);  Laode Hazirun
28. Serikat Wartawan Indonesia (SWI);  Daniel Chandra
29. Serikat Wartawan Independen Indonesia (SWII);  Gunarso Kusumodiningrat.

Baca Juga: Kode Etik Jurnalistik Media Online

Demikian kode etik jurnalistik lengkap yang berlaku di Indonesia. (www.komunikasipraktis.com).*

Discover more from Komunikasi Praktis

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading