Komunikasi Politik, Ringkasan Materi Kuliah

Komunikasi Praktis

Komunikasi Politik Propagada

Propaganda adalah penyebaran sistematis doktrin tertentu atau tuduhan yang mencerminkan pandangan dan kepentingannya.

Istilah propaganda telah menjadi peyoratif, umumnya diterapkan pada pesan yang, meskipun menyampaikan informasi yang benar, mungkin hanya menyebutkan fakta yang lebih jauh penyebabnya dan gagal melukiskan gambaran yang lengkap.

Namun, istilah tersebut masih dapat diterapkan pada upaya apa pun untuk menyebarkan fakta atau tuduhan meskipun hal itu memberikan gambaran yang adil dan akurat.

“Penggunaan utama istilah propaganda dalam konteks politik dan umumnya mengacu pada upaya yang disponsori oleh pemerintah. Maksud dari kategori tersebut adalah untuk disponsori pemerintah dan barang-barang yang mudah diklasifikasikan sebagai propaganda” (Wikipedia).

Pengertian Propaganda

Secara etimologis, propaganda berasal dari bahasa Latin, propagare, artinya “mengembangkan” atau ”memekarkan”, yakni cara tukang kebun menyemaikan tunas suatu tanaman ke sebuah lahan untuk memproduksi tanaman baru yang kelak akan tumbuh sendiri.

Pada awalnya, propaganda digunakan oleh para penyebar Katholik Roma.

Menurut Encyclopedia International, propaganda adalah “jenis komunikasi yang berusaha mempengaruhi pandangan dan reaksi, tanpa mengindahkan tentang nilai benar atau tidak benarnya pesan yang disampaikan”.

Propaganda hakikatnya adalah formation of men’s attitudes, pembentukan sikap orang terhadap sesuatu. Dilakukan oleh orang tertentu dengan tujuan tertentu. Something made by certain people for certain purposes.

Kebanyakan orang sangat mudah menjadi korban propaganda, khususnya yang tidak memiliki wawasan luas.

“Most people are easy prey for propaganda,” kata Jacques Ellul, sosiolog dan filosof Prancis pengarang The Technological Society (Vintage Books, Random House, New York, 1965).

Ellul melihat propaganda sebagai “a socialogical phenomenon” –resulting from our technological society”. Fenomena sosiologis” –yang dihasilkan dari masyarakat teknologi kita.

Ellul mendefinisikan progaganda sebagai “komunikasi yang digunakan oleh suatu kelompok terorganisasi yang ingin menciptakan partisipasi aktif atau pasif dalam tindakan-tindakan suatu massa yang terdiri atas individu-individu, dipersatukan secara psikologis melalui manipulasi psikologis dan digabungkan dala suatu organisasi”.

Propaganda adalah “mekanisme kontrol sosial”.

Propaganda merupakan kemampuan membentuk persepsi tertentu kepada orang lain. Propaganda itu mempromosikan suatu ide.

Tapi dalam perkembangannya istilah ini menjadi cenderung negatif, karena di dalamnya ada unsur-unsur paksaan baik itu kasar maupun halus, untuk meyakinkan suatu ide tertentu.

Komponen Propaganda

Ada beberapa komponen yang membentuk sebuah propaganda:

  1. Propagandis –pihak yang sengaja melalakukan penyebaran pesan untuk mempengaruhi. Bisa individu, kelompok, dan negara.
  2. Kontinyuitas.
  3. Proses –penyampaian ide, informasi, doktrin, atau kepercayaan.
  4. Tujuan –mengubah pendapat, sikap, atau perilaku.
  5. Perencanaan –dilakukan secara sadar, sistematis, prosedural.
  6. Media –orasi, buku, film. Paling efektif melalui media massa.

Teknik Propaganda

Ada beberapa teknik yang bisa digunakan dalam melancarkan propaganda dalam komunikasi politik.

1. Teknik Permainan Kata (Word Games):

A. Name Calling

Pemberian label atau julukan buruk (labelling theory). Islam dan umatnya mengalami “Demonologi Islam” (Asep Syamsul M. Romli, Demonologi Islam: Upaya Barat Membasmi Kekuatan Islam, Gema Insani Press Jakarta, 2000).

Label-label propaganda masa kini: teroris, ekstremis, garis keras, radikal, provokator, aktor intelektual, dalang, antireformasi, kekuatan Orba, pemain lama, pro-status quo, sektarian, set back, primordial, politik identitas, intoleran, dll.

“Teknik pemanggilan nama (penjulukan) menghubungkan seseorang, atau ide, dengan simbol negatif. Propagandis yang menggunakan teknik ini berharap khalayak akan menolak orang atau gagasan atas dasar simbol negatif, alih-alih melihat bukti yang ada.”  (propagandacritic.com)

B. Glittering Generalities

Kebalikan dari name calling, yakni penjulukan dengan label asosiatif bercitra baik, luhur, sangat agung.

Contoh label: demokratis, moderat, demi stabilitas. Paling nyata teknik ini digunakan dalam dunia iklan. Gudang Garam = Selera Pria, Filma= Sejernih Akal Sehat. Telkom = Commited to You.

Singkatnya, The Glittering Generality adalah Name Calling secara terbalik. Sementara Name Calling berusaha membuat kita membentuk penilaian untuk menolak dan mengutuk tanpa memeriksa bukti, perangkat Glittering Generality berusaha membuat kita menyetujui dan menerima tanpa memeriksa bukti….” (Institute for Propaganda Analysis, 1938)

C. Eufemism

Penghalusan kata untuk menghindari kesan buruk atau menyembunyikan fakta sesungguhnya. Departemen Perang—Departamen Pertahanan. New World Order. Kampanye Antiterorisme Internasional.

“… propagandis berusaha menenangkan penonton untuk membuat kenyataan yang tidak menyenangkan menjadi lebih enak. Ini dicapai dengan menggunakan kata-kata yang hambar dan halus.” (propagandacritic.com)

2. Teknik Hubungan Palsu (False Connections)

A. Transfer

Pemanfaatan kharisma atau citra seseorang sebagai simbol untuk mendongkrak citra propagandis. PDIP menggunakan Bung Karno. PKB mendompleng popularitas NU atau –dulu– Gus Dur.

“Di perangkat Transfer, simbol selalu digunakan. Salib melambangkan Gereja Kristen. Bendera melambangkan bangsa. Kartun seperti Paman Sam mewakili konsensus opini publik. Simbol-simbol itu membangkitkan emosi…” (Institute for Propaganda Analysis, 1938)

B. Testimonial

Pemanfaatan perkataan tokoh terkemuka untuk promosi sesuatu. Menonjol dalam iklan. Simak: iklan Oli Top-1 yang menggunakan sejumlah bintang. Zainuddin MZ – Mie Karomah.

“Penyalahgunaan kesaksian yang paling umum melibatkan pengutipan individu yang tidak memenuhi syarat untuk membuat penilaian tentang masalah tertentu. Pada tahun 1992, Barbara Streisand mendukung Bill Clinton, dan Arnold Schwarzenegger mendukung George Bush. Keduanya adalah artis yang populer, tetapi tidak ada alasan untuk berpikir bahwa mereka tahu yang terbaik untuk negara ini.” (propagandacritic.com)

3. Penampakkan Khusus (Special Appeal)

1. Plain Folk

Klaim sepihak untuk merayu objek propaganda. PDIP = partai wong cilik. PPP = Partai Islam.

“Dengan menggunakan teknik orang-orang biasa, para pembicara berusaha meyakinkan audiens mereka bahwa mereka, dan ide-ide mereka, adalah “dari rakyat”. Perangkat ini digunakan oleh pengiklan dan politisi.” (propagandacritic.com)

2. Bandwagon

Ekspose sukses atau kebaikan. Suharto = Bapak Pembangunan. Golkar (masa Orba) = kesinambungan pembangunan nasional.

“Tema dasar Band Wagon menarik adalah bahwa “semua orang melakukannya, begitu juga Anda.”

3. Fear

Menanamkan rasa takut atau ancaman.

“Jalan-jalan negara kita kacau balau. Universitas-universitas dipenuhi mahasiswa yang memberontak dan membuat kerusuhan. Komunis berusaha menghancurkan negara kita. Rusia mengancam kita dengan kekuatannya, dan Republik dalam bahaya. Ya – bahaya dari dalam dan luar. Kita membutuhkan hukum dan ketertiban! Tanpanya bangsa kita tidak dapat bertahan.” (Adolf Hitler, 1932)

Ketika seorang propagandis memperingatkan anggota audiensnya bahwa bencana akan terjadi jika mereka tidak mengikuti tindakan tertentu, dia menggunakan daya tarik rasa takut.

Dengan mempermainkan ketakutan penonton yang mendalam, para praktisi teknik ini berharap mengalihkan perhatian dari manfaat proposal tertentu dan menuju langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi rasa takut.

Tipe-Tipe Propaganda

• Terang-terangan dan tersembunyi (Doob).
• Propaganda Politik –dilakukan pemerintah/politisi untuk tujuan strategis dan taktis mis. meraih dukungan suara– dan Propaganda Sosiologis –doktrin ideologis mis. “cara hidup Amerika” (Ellul).
• Propaganda vertikal dan horisontal (Ellul). Vertikal –satu-kepada-banyak mengandalkan media massa; Horisontal –di antara anggota kelompok, komunikasi interpersonal, pelatihan kader, persekongkolan dalam sel, kunjungan daerah, dll.

Media Propaganda

Media Massa, Buku, Film, Selebaran

Kualifikasi Propagandis

Intelectual Capacity, Self Significance, Vitality, Training, misal dalam hal Public Speaking and Writing, Reputation.

Teori Propaganda Massa

Kita dapat mengidentifikasi tiga aliran pemikiran utama yang telah berkembang untuk memperhitungkan pengaruh komunikasi politik: teori propaganda massa pra-perang, teori penguatan partisan pasca-perang, dan teori baru-baru ini tentang efek kognitif, pengaturan agenda, dan persuasi.

Uraian paling awal tentang komunikasi massa, yang populer pada tahun 1920-an dan 1930-an, sangat terkesan dengan pertumbuhan pesat dan potensi jangkauan komunikasi massa, dan menekankan bahwa publik dapat dengan mudah dipengaruhi oleh propaganda di radio dan surat kabar.

Dalam Opini Publik, pertama kali diterbitkan pada tahun 1922, Walter Lippmann menekankan bahwa ‘pembuatan persetujuan’ dan ‘seni persuasi’ bukanlah hal baru, karena selalu ada demagog populer.

Namun demikian, dia percaya bahwa pertumbuhan sirkulasi pers populer, perkembangan periklanan, dan media baru gambar bergerak dan nirkabel, telah secara meyakinkan mengubah kemampuan para pemimpin untuk memanipulasi opini publik:

“Dalam kehidupan generasi yang sekarang mengendalikan urusan, persuasi telah menjadi seni sadar diri dan organ reguler pemerintahan. Tak satu pun dari kita mulai memahami konsekuensinya, tetapi bukanlah ramalan yang berani untuk mengatakan bahwa pengetahuan untuk membuat persetujuan akan mengubah setiap perhitungan politik dan mengubah setiap premis politik.” (Lippmann 1997).

Tidak hanya efek komunikasi massa yang meresap, mereka juga dipandang berbahaya bagi demokrasi.

Firasat Lippmann tampaknya dikonfirmasi oleh penggunaan media oleh rezim otoriter di tahun-tahun antar perang, dan pengembangan teknik psikologis persuasi massal yang lebih canggih dan sadar diri oleh sekutu di masa perang.

Pada tahun 1930-an Payne Fund Studies di Amerika Serikat mengamati dampak film terhadap kenakalan, agresi, dan prasangka, sementara studi eksperimental awal oleh Hovland (1949, 1953) mengkaji dampak media terhadap persuasi terencana (McQuail 1992; Lowery dan DeFleur 1995).

Akun populer di tahun-tahun antar-perang memperkuat gagasan bahwa media massa dapat memiliki dampak langsung dan menentukan dalam membentuk opini publik, dan pada akhirnya memilih pilihan. (Pippa Norris et al. On Message [Sage London 1999] Theories of Political Communications).

Demikian komunikasi politik propaganda

Halaman berikutnya: Komunikasi Politik Kampanye

Discover more from Komunikasi Praktis

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading