Pengertian Delik Pers dan Jenisnya

Mengenal Lebih Jauh Tentang Delik Pers: Definisi, Jenis, dan Aspek Hukum

Komunikasi Praktis

Pengertian Delik Pers dan Jenisnya

Delik pers adalah salah satu topik penting dalam dunia jurnalistik dan hukum. Istilah ini merujuk pada pelanggaran hukum yang terjadi melalui media cetak atau digital, termasuk surat kabar, majalah, dan platform online.

Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam apa itu delik pers, jenis-jenisnya, serta implikasi hukumnya di Indonesia.

Apa Itu Delik Pers?

Delik pers adalah pelanggaran hukum yang dilakukan melalui media massa. Hal ini dapat mencakup penyebaran informasi yang salah, fitnah, atau penghinaan yang dilakukan melalui publikasi.

Di Indonesia, delik pers diatur oleh beberapa undang-undang, termasuk Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Delik pers adalah tindak pidana berupa pernyataan pikiran atau perasaan yang dilakukan memakai alat cetak. Delik itu menjadi sempurna karena dilakukan memakai publikasi, karena suatu tindak pidana dilakukan memakai alat cetak atau publikasi, maka hal itu menjadi delik pers.

Kebanyakan delik pers dimulai dari pengaduan pihak yang merasa dirugikan atas sebuah pemberitaan media massa.

Jenis-Jenis Delik Pers

1. Fitnah dan Pencemaran Nama Baik

Delik ini terjadi ketika sebuah media mempublikasikan informasi yang tidak benar yang merugikan reputasi seseorang atau badan hukum. Dalam KUHP, hal ini diatur dalam Pasal 310 dan 311.

2. Penghinaan

Penghinaan melalui media dapat berupa kata-kata atau tindakan yang merendahkan martabat seseorang. Penghinaan ini juga termasuk dalam delik pers dan diatur dalam KUHP.

3. Penyebaran Berita Bohong (Hoaks)

Penyebaran informasi yang tidak benar atau hoaks melalui media massa dapat mengakibatkan keresahan publik. Delik ini juga dapat dikenakan sanksi hukum.

Aspek Hukum Delik Pers

Dalam penanganan kasus delik pers, terdapat beberapa aspek hukum yang perlu diperhatikan:

1. Prinsip Kebebasan Pers

Meskipun terdapat aturan hukum yang mengatur delik pers, kebebasan pers tetap dijamin oleh Undang-Undang No. 40 Tahun 1999. Namun, kebebasan ini tidak bersifat mutlak dan harus dijalankan dengan tanggung jawab.

2. Prosedur Hukum

Penanganan kasus delik pers biasanya melibatkan beberapa tahap, mulai dari pengaduan, investigasi, hingga proses pengadilan. Dalam beberapa kasus, mediasi dapat dilakukan sebagai alternatif penyelesaian.

3. Peran Dewan Pers

Dewan Pers memiliki peran penting dalam menyelesaikan sengketa terkait delik pers. Dewan Pers berfungsi sebagai mediator antara pihak yang merasa dirugikan dan media yang bersangkutan.

Pencegahan Delik Pers

Untuk mencegah terjadinya delik pers, media harus selalu mematuhi kode etik jurnalistik dan menjalankan fungsi kontrol sosial secara bertanggung jawab. Verifikasi informasi sebelum dipublikasikan adalah langkah penting untuk menghindari penyebaran berita yang tidak akurat.

Delik Pers Masih Berlaku di Indonesia

Sejumlah pasal KUHP yang sering disebut sebagai pasal-pasal Delik pers masih berlaku hingga saat ini. Salah satunya adalah soal Pembocoran Rahasia Negara (KUHP Pasal 112):

“Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau keterangan-keterangan yang diketahuinya bahwa harus dirahasiakan untuk kepentingan negara, atau dengan sengaja memberitahukan atau memberikannya kepada negara asing, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”

Pasal lain yang juga sering ‘dilanggar’ pers adalah Penghinaan Terhadap Presiden dan Wakil Presiden ( Pasal 134). Pasal ini berbunyi:

“Penghinaan dengan sengaja terhadap Presiden dan Wakil Presiden diancam dengan pidana paling lama enam tahun, atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Sementara itu dalam Pasal 137KUHP diatur : (1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan di muka umum tulisan yang berisi penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden, dengan maksud supaya isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. sikap : Permusuhan, Kebencian atau penghinaan terhadap Pemerintah melangar (Pasal 154). Pasal itu berbunyi: Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia, diancam dengan

Bila tulisan itu berisikan pidana penjara paling lama tujuh tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Sedangkan pada Pasal 155 KUHP berisi :

1. Barang siapa di muka umum mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka umum yang mengandung pernyataan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

2. Pernyataan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan golongan (Pasal 156).

3. Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah

Perasaan permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan agama:

Sesuai pasal 156a Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau perbuatan:

(a) Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

(b) Dengan maksud agar orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Penghasutan (pasal 160). Pasal tersebut berbunyi:

Barang siapa di muka umum lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasarkan ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Sementara pada pasal 282 mengatur soal Pelanggaran kesusilaan, yakni:

(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barang siapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2) Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, ataupun barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin, memasukkan ke dalam negeri, meneruskan mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, atau barang siapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan atau menunjuk sebagai bisa diperoleh, diancam jika ada alasan kuat baginya untuk menduga bahwa tulisan, gambaran, atau benda itu melanggar kesusilaan, dengan pidana paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Sementara itu soal Pemberitaan Palsu diatur dalam pasal 317 yang berbunyi:

(1). Barang siapa dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa, baik secara tertulis maupun untuk dituliskan, tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang, diancam karena melakukan pengaduan fitnah, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Dalam praktiknya, sejak Orde lama hingga saat ini, masih terjadi pelanggaran KUHP khususnya berkenaan dengan Delik pers.

Sebagai contoh, tanggal 4 November 1989, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menghukum Redaktur Pelaksana Harian Berita Buana, Jakarta satu setengah tahun penjara karena menyiarkan kabar bohong ex Pasal 160 KUHPidana mengenai makanan kaleng yang mengandung lemak babi. Berita yang disajikan berjudul “Banyak Makanan Yang Dihasilkan, Ternyata Mengandung Lemak Babi”.

Ternyata dalam pemeriksaan di sidang pengadilan terbukti yang bersangkutan tidak berusaha meneliti kebenaran informasi yang diperolehnya sebelum disiarkan. Dengan kenyataan itu, Majelis Hakim berpendapat ada unsur dengan sengaja menyiarkan kabarbohong.

Tanggal 7 April 1991 Pemimpin Redaksi Tabloid Monitor, Arswendo Atmowiloto dihukum 5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena terbukti sah menurut hukum melakukan perbuatan yang bersifat penodaan terhadap agama.

Kesimpulan

Delik pers merupakan bagian penting dari dunia hukum dan jurnalistik di Indonesia. Meskipun kebebasan pers dijamin, media harus bertanggung jawab atas informasi yang mereka publikasikan.

Memahami jenis-jenis delik pers dan aspek hukumnya dapat membantu media dan masyarakat umum untuk lebih berhati-hati dalam menyebarkan informasi.

Discover more from Komunikasi Praktis

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading