WhatsApp Makin Menggerus Budaya Menulis

Komunikasi Praktis
WhatsApp Makin Menggerus Budaya Menulis

Setelah media sosial Facebook, kini WhatsApp juga menggerus budaya menulis.
 
KEHADIRAN aplikasi chatting WhatsApp (WA) makin menggerus budaya menulis, setelah media sosial Facebook dan Twitter.

Kini orang lebih suka ngobrol penting gak penting di grup WA, bahkan mereka lebih suka nge-share tulisan orang lain ketimbang menulis sendiri.

Blogger –sarana terbaik saat ini untuk menulis dan berbagi ilmu/wawasan– kian terpinggirkan. Pemikiran-pemikiran “dangkal” yang lebih dulu berkembang biak di Facebook kini merambah WhatsApp.

Menulis status atau berbagi di WA jelas memiliki daya jangkau dan daya tahan yang rendah dibandingkan menulis di blog. WA tidak terjamah mesin pencari dan tidak terdokumentasi layaknya posting/konten blog.

Di Grup WA hanya bisa menjalin komunikasi dengan maksimal 100 anggota. Itu pun adalah orang-orang yang biasa dikenal –keluarga, teman, rekan kerja, klien, dll.  Bandingkan dengan blog yang bisa mencapai jutaan orang dari seluruh dunia dan terdokumentasi sehingga bisa dibuka kapan dan di mana saja.

Memang, kurang fair membandingkan fitur WA dan blog. Namun, sesuai dengan topik tulisan ini, WA terbukti ampuh telah menggerus budaya menulis, setidaknya menurut pengalaman admin yang menjadi anggota di banyak Grup WA.

Banyak orang menghabiskan waktu dan pulsanya untuk ngobrol biasa, bahkan obrolan “useless”, sehingga makin tidak sempat alias makin “tidak ada waktu luang” untuk menulis, baik menulis di blog, menulis artikel di media massa, apalagi menulis buku.

Mungkin, WA pun menjadi penghambat kelancaran menuntaskan skripsi, tesis, atau disertai dan karya ilmiah lainnya.

Benar, di WA juga menulis, tapi itu menulis biasa layaknya menulis atau mengirimkan pesan singkat (SMS). Wasalam. (http://www.komunikasipraktis.com).*

Discover more from Komunikasi Praktis

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading