Standar Jurnalistik, Kode Etik, dan Kualifikasi Wartawan

Komunikasi Praktis
Standar Jurnalistik, Kode Etik, dan Kualifikasi Wartawan
ISTILAH standar jurnalistik mengemuka saat pemerintah memblokir sejumlah situs Islam
Muncul pendapat, konten sebagian situs berita dakwah yang diblokir itu tidak memenuhi kaidah atau standar jurnalistik sehingga tidak bisa disebut produk jurnalistik.

Pengertian Standar Jurnalistik

Merujuk pada Kamus Bahasa, standar artinya “ukuran tertentu yang dipakai sebagi patokan. Jurnalistik artinya yang menyangkut kewartawanan dan persuratkabaran –mengolah dan menyiarkan berita.

Tidak ada rumusan baku tentang pengertian standar jurnalistik. Merujuk pada pengertian standar dan jurnalistik menurut kamus bahasa di atas, standar jurnalistik bisa didefinisikan sebagai “patokan baku dalam penulisan informasi yang dipublikasikan melalui media massa”.

Tulisan yang masuk kategori karya atau produk jurnalistik adalah berita (news), karangan khusus (feature), dan opini (views):
  1. Berita adalah laporan peristiwa terbaru atau cerita/keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat.
  2. Feature yaitu karangan yang melukiskan suatu pernyataan dengan lebih terperinci sehingga apa yang dilaporkan hidup dan tergambar dalam imajinasi pembaca.
  3. Opini yaitu tulisan berisi pendapat subjektif penulisnya tentang suatu masalah atau peristiwa.

Semua jenis tulisan, produk, atau karya jurnalistik tersebut harus berbasis fakta –sesuai dengan standar jurnalistik.

Sebuah tulisan disebut tidak memenuhi standar jurnalistik jika berupa karangan, khayalan, atau fiksi (tidak nyata, tidak faktual).

Standar Jurnalistik: Kode Etik

Standar jurnalistik juga bisa dikaitkan dengan kode etik jurnalistik atau etika profesi wartawan.

Etika ini dirumuskan dan ditetapkan secara formal oleh Dewan Pers dalam Kode Etik Jurnalistik, Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI), dan Pedoman Pemberitaan Media Siber.

Di antara kode etik jurnalistik adalah:

  1. Tidak mencampurkan fakta dan opini –wartawan tidak boleh memasukkan opini pribadi dalam menulis berita.
  2. Berimbang atau meliput kedua pihak (covering both side).
  3. Cek dan ricek (disiplin verifikasi) agar akurat dan faktual.
  4. Tidak menulis berita bohong, fitnah, dan cabul.
  5. Tidak menerima suap dan menyalahgunakan profesi.

Sebuah tulisan di media yang tidak memenuhi kode etik tersebut disebut tidak memenuhi standar jurnalistik dan karenanya bukan produk jurnalistik.

Standar Jurnalistik: Kualifikasi Wartawan

Standar jurnalistik juga bisa dikaitkan dengan kualifikasi atau syarat menjadi wartawan (jurnalis).

Menurut UU No. 40/1999 tentang Pers (Pasal 1 poin 4), wartawan adalah “orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik”.

Menurut M.L. Stein (1993:5), pada umumnya wartawan adalah orang baik yang mencintai pekerjaannya. Jam kerja wartawan 24 jam sehari. Ia bekerja sepanjang waktu dan kadang-kadang bekerja di tempat bahaya atau terancam bahaya. Merekalah yang memburu berita (fakta atau kejadian), meliput berbagai peristiwa, dan menuliskannya untuk dikonsumsi orang banyak.

“Di mana terjadi suatu peristiwa, wartawan akan berada di sana,” kata M.L. Stein (1993:5), “seperti mata dan telinga para pembaca suatu harian.”

Wartawan adalah suatu profesi yang penuh tanggungjawab dan risiko. Karenanya, ia harus memiliki idealisme dan ketangguhan. Wartawan bukanlah dunia bagi orang yang ingin bekerja dari jam sembilan pagi hingga lima sore setiap hari dan libur pada hari Minggu. Tidak ada seorang pun tahu kapan kebakaran atau bencana lain akan terjadi.

Untuk menjadi wartawan, seseorang harus siap mental dan fisik. Coleman Hartwell dalam bukunya, Do You Belong In Journalism? menulis:

“Seseorang yang tidak mengetahui cara untuk mengatasi masalah dan tidak mempunyai keinginan untuk bekerja dengan orang lain, tidak sepantasnya menjadi wartawan. Hanya mereka yang merasa bahwa hidup ini menarik dan mereka yang ingin membantu memajukan kota dan dunia yang patut terjun di bidang jurnalistik”.

Wartawan Itu Profesional

Wartawan adalah seorang profesional, seperti halnya dokter atau pengacara. Ia memiliki keahlian tersendiri yang tidak dimiliki profesi lain (memburu, mengolah, dan menulis berita). Ia juga punya tanggung jawab dan kode etik tertentu.

Seorang sarjana India, Dr. Lakshamana Rao, menyebutkan empat kriteria untuk menyebutkan mutu pekerjaan sebagai profesi sebagaimana dikutip Ja’far Assegaf (1985:19):

  1. Harus terdapat kebebasan dalam pekerjaan tadi.
  2. Harus ada panggilan dan keterikatan dengan pekerjaan itu.
  3. Harus ada keahlian (expertise).
  4. Harus ada tanggung jawab yang terikat pada kode etik pekerjaan.

Standar Profesi Wartawan

Setidaknya ada enam standar profesi wartawan sejati:

1. Well Selected

Terseleksi dengan baik. Menjadi wartawan semestinya tidak mudah karena harus memenuhi kriteria profesionalisme antara lain keahlian (expertise) atau keterampilan jurnalistik serta menaati kode etik jurnalistik.

2. Well Educated

Terdidik dengan baik. Wartawan seyogianya melalui tahap pendidikan kewartawanan, setidaknya melalui pelatihan jurnalistik yang terpola dan terarah secara baik.

3. Well trained

Terlatih dengan baik. Akibat kurang terlatihnya wartawan kita, banyak berita muncul di media yang bukan kurang cermat, tidak enak dibaca, dan bahkan menyesatkan.

4. Well Equipped

Dilengkapi dengan peralatan memadai. Pekerjaan wartawan butuh fasilitas seperti alat tulis, alat rekam, kamera, alat komunikasi, alat transportasi, dan sebagainya. Wartawan tidak akan dapat bekerja optimal tanpa dukungan fasilitas memadai.

5. Well Paid

Digaji secara layak sebagaimana layaknya profesional. Jika tidak, jangan harap “budaya amplop” bisa diberantas. Kasus pemerasan dan penyalahgunaan profesi wartawan akan terus muncul akibat “tuntutan perut”.

6. Well Motivated

Memiliki motivasi yang baik ketika menerjuni dunia kewartawanan. Motivasi di sini lebih pada idealisme, bukan materi. Jika motivasiya berlatar uang, maka tidak bisa diharapkan menjadi wartawan profesional atau wartawan sejati. Wasalam. 

Sumber: Jurnalistik Terapan (Baticpress Bandung 2003) dan Jurnalistik Praktis (Rosdakarya Bandung 1999) karya Asep Syamsul M. Romli. Rujukan jenis-jenis tulisan jurnalistik: University of Richmond Writing Center.

Discover more from Komunikasi Praktis

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading