
9 Elemen Jurnalisme Bill Kovach: Pedoman Jurnalis Dunia.
Sembilan Elemen Jurnalisme (The Elements of Journalism) Bill Kovach dan Tom Rosenstiel ini sangat terkenal di dunia jurnalistik.
Wartawan Amerika kelahiran Tennessee 1932 ini mengemukakan sembilan elemen jurnalisme dalam bukun yang ditulisnya bersama Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism: What Newspeople Should Know and The Public Should Expect.
Kedua wartawan veteran Amerika ini menggambarkan sembilan prinsip jurnalism (jurnalistik) sebagai tanggung jawab mendasar para jurnalis, standar kerja jurnalis, dan peran pers bebas dalam demokrasi.
Sembilan Elemen Jurnalisme
Kesembilan elemen jurnalisme itu adalah:
- Journalism’s first obligation is to the truth.
- Its first loyalty is to citizens.
- Its essence is a discipline of verification.
- Its practitioners must maintain an independence from those they cover.
- It must serve as an independent monitor of power.
- It must provide a forum for public criticism and compromise.
- It must strive to make the significant interesting and relevant.
- It must keep the news comprehensive and proportional.
- Its practitioners must be allowed to exercise their personal conscience.
Sembilan Elemen Jurnalisme
- Kewajiban jurnalisme pertama adalah (berpihak) pada kebenaran.
- Loyalitas (kesetiaan) pertamanya kepada warga (publik)
- Esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi
- Para praktisinya (jurnalis/wartawan) harus menjaga independensi dari objek liputannya.
- Jurnalis harus membuat dirinya sebagai pemantau independen kekuasaan.
- Jurnalis harus memberi forum bagi publik untuk saling-kritik dan menemukan kompromi.
- Jurnalis harus berusaha membuat hal penting menjadi menarik dan relevan.
- Jurnalis harus membuat berita yang komprehensif dan proporsional.
- Jurnalis harus diperbolehkan mendengarkan hati nurani personalnya.
RESENSI Sembilan Elemen Jurnalisme
Sembilan Elemen Jurnalistik ini diresensi dengan baik oleh Andreas Harsono yang dimuat di majalah Pantau.
Disiplin mampu membuat wartawan menyaring desas-desus, gosip, ingatan yang keliru, manipulasi, guna mendapatkan informasi yang akurat. Disiplin verifikasi inilah yang membedakan jurnalisme dengan hiburan, propaganda, fiksi atau seni.
- Jangan menambah atau mengarang apa pun;
- Jangan menipu atau menyesatkan pembaca, pemirsa, maupun pendengar;
- Bersikaplah setransparan dan sejujur mungkin tentang metode dan motivasi Anda dalam melakukan reportase;
- Bersandarlah terutama pada reportase Anda sendiri;
- Bersikaplah rendah hati.
- Apakah lead berita sudah didukung dengan data-data penunjang yang cukup?
- Apakah sudah ada orang lain yang diminta mengecek ulang, menghubungi atau menelepon semua nomor telepon, semua alamat, atau situs web yang ada dalam laporan tersebut? Bagaimana dengan penulisan nama dan jabatan?
- Apakah materi background guna memahami laporan ini sudah lengkap?
- Apakah semua pihak yang ada dalam laporan sudah diungkapkan dan apakah semua pihak sudah diberi hak untuk bicara?
- Apakah laporan itu berpihak atau membuat penghakiman yang mungkin halus terhadap salah satu pihak? Siapa orang yang kira-kira tak suka dengan laporan ini lebih dari batas yang wajar?
- Apa ada yang kurang?
- Apakah semua kutipan akurat dan diberi keterangan dari sumber yang memang mengatakannya? Apakah kutipan-kutipan itu mencerminkan pendapat dari yang bersangkutan?
Pernyataan ini menjelaskan elemen keempat: independensi. Kovach dan Rosenstiel berpendapat, wartawan boleh mengemukakan pendapatnya dalam kolom opini (tidak dalam berita).
Salah satu cara pemantauan ini adalah melakukan investigative reporting –sebuah jenis reportase di mana si wartawan berhasil menunjukkan siapa yang salah, siapa yang melakukan pelanggaran hukum, yang seharusnya jadi terdakwa, dalam suatu kejahatan publik yang sebelumnya dirahasiakan.
Ulasan Lain Elemen Jurnalisme
Ulasan lain 9 elemen jurnalisme dikemukakan Satrio Arismunandar sebagai berikut:
1. Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran
Contoh kebenaran fungsional, misalnya, polisi menangkap tersangka koruptor berdasarkan fakta yang diperoleh. Lalu kejaksaan membuat tuntutan dan tersangka itu diadili. Sesudah proses pengadilan, hakim memvonis, tersangka itu bersalah atau tidak-bersalah. Apakah si tersangka yang divonis itu mutlak bersalah atau mutlak tidak-bersalah? Kita memang tak bisa mencapai suatu kebenaran mutlak. Tetapi masyarakat kita, dalam konteks sosial yang ada, menerima proses pengadilan –serta vonis bersalah atau tidak-bersalah– tersebut, karena memang hal itu diperlukan dan bisa dipraktikkan. Jurnalisme juga bekerja seperti itu.
2. Loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga (citizens)
Komitmen kepada warga bukanlah egoisme profesional. Kesetiaan pada warga ini adalah makna dari independensi jurnalistik. Independensi adalah bebas dari semua kewajiban, kecuali kesetiaan terhadap kepentingan publik. Jadi, jurnalis yang mengumpulkan berita tidak sama dengan karyawan perusahaan biasa, yang harus mendahulukan kepentingan majikannya. Jurnalis memiliki kewajiban sosial, yang dapat mengalahkan kepentingan langsung majikannya pada waktu-waktu tertentu, dan kewajiban ini justru adalah sumber keberhasilan finansial majikan mereka.
3. Esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi
Disiplin verifikasi tercermin dalam praktik-praktik seperti mencari saksi-saksi peristiwa, membuka sebanyak mungkin sumber berita, dan meminta komentar dari banyak pihak.
Ada sejumlah prinsip intelektual dalam ilmu peliputan:
4. Jurnalis harus tetap independen dari pihak yang mereka liput
Jadi, yang harus lebih dipentingkan adalah independensi, bukan netralitas. Jurnalis yang menulis tajuk rencana atau opini, tidak bersikap netral. Namun, ia harus independen, dan kredibilitasnya terletak pada dedikasinya pada akurasi, verifikasi, kepentingan publik yang lebih besar, dan hasrat untuk memberi informasi.
Adalah penting untuk menjaga semacam jarak personal, agar jurnalis dapat melihat segala sesuatu dengan jelas dan membuat penilaian independen. Sekarang ada kecenderungan media untuk menerapkan ketentuan “jarak” yang lebih ketat pada jurnalisnya. Misalnya, mereka tidak boleh menjadi pengurus parpol atau konsultan politik politisi tertentu.
Independensi dari faksi bukan berarti membantah adanya pengaruh pengalaman atau latar belakang si jurnalis, seperti dari segi ras, agama, ideologi, pendidikan, status sosial-ekonomi, dan gender. Namun, pengaruh itu tidak boleh menjadi nomor satu. Peran sebagai jurnalislah yang harus didahulukan.
5. Jurnalis harus melayani sebagai pemantau independen terhadap kekuasaan
Pers percaya dapat mengawasi dan mendorong para pemimpin agar mereka tidak melakukan hal-hal buruk, yaitu hal-hal yang tidak boleh mereka lakukan sebagai pejabat publik atau pihak yang menangani urusan publik. Jurnalis juga mengangkat suara pihak-pihak yang lemah, yang tak mampu bersuara sendiri.
Prinsip pemantauan ini sering disalahpahami, bahkan oleh kalangan jurnalis sendiri, dengan mengartikannya sebagai “mengganggu pihak yang menikmati kenyamanan.”
Prinsip pemantauan juga terancam oleh praktik penerapan yang berlebihan, atau “pengawasan” yang lebih bertujuan untuk memuaskan hasrat audiens pada sensasi, ketimbang untuk benar-benar melayani kepentingan umum.
Namun, yang mungkin lebih berbahaya, adalah ancaman dari jenis baru konglomerasi korporasi, yang secara efektif mungkin menghancurkan independensi, yang mutlak dibutuhkan oleh pers untuk mewujudkan peran pemantauan mereka.
6. Jurnalisme harus menyediakan forum bagi kritik maupun komentar dari publik
Maka, jurnalisme harus menyediakan sebuah forum untuk kritik dan kompromi publik. Demokrasi pada akhirnya dibentuk atas kompromi.
Forum ini dibangun berdasarkan prinsip-prinsip yang sama sebagaimana halnya dalam jurnalisme, yaitu: kejujuran, fakta, dan verifikasi. Forum yang tidak berlandaskan pada fakta akan gagal memberi informasi pada publik.
Sebuah perdebatan yang melibatkan prasangka dan dugaan semata hanya akan mengipas kemarahan dan emosi warga. Perdebatan yang hanya mengangkat sisi-sisi ekstrem dari opini yang berkembang, tidaklah melayani publik tetapi sebaliknya justru mengabaikan publik.
Yang tak kalah penting, forum ini harus mencakup seluruh bagian dari komunitas, bukan kalangan ekonomi kuat saja atau bagian demografis yang menarik sebagai sasaran iklan.
7. Jurnalisme harus berupaya membuat hal yang penting itu menarik dan relevan
Singkatnya, jurnalis harus memiliki tujuan yang jelas, yaitu menyediakan informasi yang dibutuhkan orang untuk memahami dunia, dan membuatnya bermakna, relevan, dan memikat. Dalam hal ini, terkadang ada godaan ke arah infotainment dan sensasionalisme.
8. Jurnalis harus menjaga agar beritanya komprehensif dan proporsional
Dengan mengumpamakan jurnalisme sebagai pembuatan peta, kita melihat bahwa proporsi dan komprehensivitas adalah kunci akurasi. Kita juga terbantu dalam memahami lebih baik ide keanekaragaman dalam berita.
9. Jurnalis memiliki kewajiban untuk mengikuti suara nurani mereka
Agar hal ini bisa terwujud, keterbukaan redaksi adalah hal yang penting untuk memenuhi semua prinsip jurnalistik.
Gampangnya mereka yang bekerja di organisasi berita harus mengakui adanya kewajiban pribadi untuk bersikap beda atau menentang redaktur, pemilik, pengiklan, dan bahkan warga serta otoritas mapan, jika keadilan (fairness) dan akurasi mengharuskan mereka berbuat begitu.
Dalam kaitan itu, pemilik media juga dituntut untuk melakukan hal yang sama. Organisasi pemberitaan, bahkan terlebih lagi dunia media yang terkonglomerasi dewasa ini, atau perusahaan induk mereka, perlu membangun budaya yang memupuk tanggung jawab individual.
Para manajer juga harus bersedia mendengarkan, bukan cuma mengelola problem dan keprihatinan para jurnalisnya.
Dalam perkembangan berikutnya, Bill Kovach dan Tom Rosenstiel menambahkan elemen ke-10. Yaitu:
10. Warga juga memiliki hak dan tanggung jawab dalam hal-hal yang terkait dengan berita.
Warga dapat menyumbangkan pemikiran, opini, berita, dan sebagainya, dan dengan demikian juga mendorong perkembangan jurnalisme.






