Penyebab Muncul Hoax dan Cara Mengetahuinya

Komunikasi Praktis
Penyebab Muncul Hoax dan Cara Mengetahuinya

Mengapa Hoax Muncul dan berkembang? Bagaimana Cara Mendeteksi dan Mengetahuinya?


POSTING ini merupakan penyebab munculnya hoax dan cara mengetahui hox ini lanjutan sekaligus melengkapi tulisan sebelumnya tentang pengertian dan asal-usul Hoax.

Menurut laporan Radio Australia, kebohongan di dunia maya itu sudah ditemukan sejak world wide web (www) diciptakan. Kini jejaring sosial atau media sosial, seperti Facebook dan Twitter, membuatnya semakin tersebar dengan pesat.

Peneliti dari Cambridge University, Matt Davis, yang pernah melakukan riset panjang di tahun 1970-an mengatakan, meski merupakan sebuah tipuan, dalam hoax terlihat ada ‘unsur kebenaran’.

Penyebab Munculnya Hoax

Hoax dibuat seseorang atau kelompok dengan beragam tujuan, mulai dari sekadar main-main atau having fun, hingga tujuan ekonomi (penipuan), dan politik (progapanda/pembentukan opini publik) atau agitasi (hasutan).
Hoax biasanya muncul ketika sebuah isu mencuat ke permukaan, namun banyak hal yang belum terungkap atau menjadi tanda tanya.
Di Indonesia, hoax marak sejak Pemilihan Presiden 2014 sebagai dampak gencarnya kampanye di media sosial. Hoax bermunculan guna menjatuhkan citra lawan politik alias kampanye hitam ataupun kampanye negatif.
Menurut Dewan Pers, di Indonesia maraknya Hoax juga karena adanya krisis kepercayaan terhadap media mainstream sehingga publik menjatuhkan pilihan ke media abal-abal. 
Menurut Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, seperti diberitakan Berita Lima, hoax merupakan dampai berubahnya fungsi media sosial dari media pertemanan dan berbagi menjadi sarana menyampaikan pendapat politik dan mengomentari pendirian orang lain.

“Pada saat yang sama, masyarakat kehilangan kepercayaan atas netralitas pers dan isi media mainstream, sehingga masyarakat mencari alternatif dari media sosial,” katanya.

Hoax Indikator Legitimasi Pemerintah Melemah 


Penyebab lain maraknya hoax adalah karena pemerintah lamban merespons isu yang muncul. Menurut pengamat media dari Universitas Indonesia, Rocky Gerung, reaksi pemerintah menghadapi info palsu malah tidak menyentuh akar persoalan.


Menurutnya, hoax adalah gejala ada sesuatu yang bergejolak dalam opini publik yang tak mampu dikedalikan oleh pemerintah.

“Kalau legitimasi pemerintah kuat, orang tak bakal sebar kabar palsu. Tapi begitu legitimasi melemah, oposisi bakal mengekspoitasi bagustanan itu dengan memproduksi hoax. Berarti sinyal ‘hoax’ adalah krisis legitimasi di otoritas. Itu yang wajibnya diperbaiki,” katanya dikutip BBC Indonesia. 

Ditegaskan, melawan hoax dengan mengontrol info memberi kesan bahwa negara menjadi totaliter dalam urusan opini publik. “Dan itu kurang baik, bahwa negara menjadi penjamin kebenaran.”

Mengapa? Sebab dengan cara teoritis, Rocky Gerung menonton pemerintah di tak sedikit negara doyan meperbuat rekayasa info untuk menjaga legitimasinya.


Cara Mendeteksi & Mengetahui Berita ‘Hoax’

Dikutip Liputan6 dari CNET, cara mendeteksi berita palsu (hoax) antara lain sebagai berikut:

1. Cross Check Judul Berita Provokatif


Ketika muncul sebuah berita sensasional  atau “menggemparkan”, lakukan cek silang dengan mencari berita tersebut di media lain. Jika media lain tidak memberitakannya, maka berita tersebut menjadi “terduga” hoax.

Judl berita hoax umumnya provokatif, sensasional, bombastis, meski banyak juga yang “datar”. Lakukan cross check berita itu dengan menggunakan mesin pencari Google untuk memastikan apakah berita itu dipublikasikan juga situs berita lain.

Dari sisi bahasa, berita ‘hoax’ sering memakai huruf besar (kapital) dan beberapa tanda seru plus menggunakan kata-kata seperti ‘Terungkap’, ‘Wow’, ‘Bahaya’, ‘Awas’, ‘Darurat’, dan lain-lain.

Berita hoax seringkali bernada negatif dan TIDAK BERIMBANG, sepihak saja. Sedangkan jurnalistik mewajibkan media atau wartawan menulis berita secara berimbang atau meliput pihak-pihak yang diberitakan (covering both side).


2. Cek URL Situs Web


Ketika berita terduga hoax itu muncul di sebuah situs web (website), baik berupa blog maupun berdomain .com atau Top Level Domain (TLD) lainnya, cek alamat situs web berita itu atau URL-nya. Setelah muncul, pastikan situs tersebut memiliki identitas yang jelas atau baca juga About dan Disclaimernya.

3. Cek Foto / Cek Keaslian Foto


Hoax biasanya berupa foto. Cek foto tersebut dengan cara download atau screenshot foto itu, lalu buka Google Images di browser dan seret (drag) foto itu ke kolom pencarian Google Images tadi. Periksa hasilnya untuk mengetahui sumber dan caption asli dari foto tersebut.

Silakan Anda coba dengan mengecek gambar tentang proses pembuatan dan penyebarluasan Hoax berikut ini (Link Gambar).

cara hoax dibuat
Apakah Infografis tentang Hoax ini juga Hoax? Sumber Gambar: #turnbackhoax

4. Cek Sumber/Ketahui Siapa Penulis Beritanya

Sama sepeti nomor dua, sangat penting mengetahui siapa penulis berita tersebut. Saat ini banyak sekali berita yang dibuat hanya agar menjadi viral di media sosial dan penulisnya kebanjiran uang karena websitenya yang dipasangi iklan tersebut dikunjungi oleh banyak orang.

Jangan lupa pula, saat ini banyak situs berita parodi dan jelas-jelas menyatakan berita yang mereka buat adalah “imaginer” atau parodi, seperti  The Onion dan Weekly World News
Kebanyakan informasi atau berita ‘hoax’ tanpa menyebutkan sumber, misalnya hanya menuliskan ‘Copas dari grup sebelah…’ atau malah tidak ada penyebutan sumber sama sekali.

Barcode Saja Tidak Cukup
Dewan Pers akan memasang barcode pada media pers sebagai penanda bahwa media tersebut legal atau resmi. Masalahnya, media resmi belum tentu dipercaya masyarakat karena pemberitaan media arus utama justru sering berpihak atau menjadi corong penguasa.
Seperti disebutkan di atas, salah satu penyebab hoax berkembang karena publik kehilangan kepercayaan terhadap media arus utama. Kemunculan situs-situs berita atau blog berita merupakan “penyeimbang” sekaligus bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan media mainstream dalam pemberitaan.

Media mainstream yang menjadi corong penguasa atau kelompok kepentingan tertentu biasa melakukan Framing Berita.

Standardisasi media menggunakan barcode, menurut pegiat media, Christian Ginting, bukan langkah efektif memberantas hoax (berita palsu).

Alih-alih untuk mengatasi hoax yang dianggap banyak diproduksi media abal-abal, penggunaan barcode justru seolah ingin menyingkirkan media alternatif yang selama ini menjadi pembanding media mainstream.

“Seolah barcode menyingkirkan media-media yang tidak dikenal. Kalau tidak dikenal berarti hoax. Padahal tidak begitu,” ujarnya dikutip Hidayatullah.


“Ketika kita mencari informasi yang valid berdasarkan jurnalisme objektif, terutama dari media mainstream, tetapi mereka justru terafiliasi ke politik maupun agenda setting,” paparnya. Wasalam. (www.komunikasipraktis.com).*

Discover more from Komunikasi Praktis

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading