Istilah Revolusi Industri 4.0 sedang menjadi isu aktual. Apa pengertian Revolusi Industri 4.0 atau Revolusi Industri Keempat?
Revolusi Industri 4.0 adalah konsep yang pertama kali diperkenalkan oleh Profesor Klaus Schwab, ekonom asal Jerman yang menggagas World Economic Forum (WEF).
Melalui bukunya yang menjadi rujukan utama tentang Revolusi Industri 4.0, The Fourth Industrial Revolution, Schwab menyatakan revolusi industri 4.0 dapat mengubah cara kita hidup, bekerja, dan berhubungan satu dengan yang lain.
Pengertian Revolusi Industri
Revolusi industri adalah perubahan radikal dalam usaha mencapai produksi dengan menggunakan mesin-mesin, baik untuk tenaga penggerak maupun untuk tenaga pemroses (KBBI).
Revolusi industri merupakan perubahan cepat di bidang industri. Revolusi artinya perubahan yang cukup mendasar dalam suatu bidang.
Dalam konteks politik, revolusi adalah perubahan ketatanegaraan (pemerintahan atau keadaan sosial) yang dilakukan dengan kekerasan (seperti dengan perlawanan bersenjata),
Industri artinya kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan peralatan, misalnya mesin.
Sejarah Revolusi Industri
Sebelum Revolusi Industri 4.0, sudah terjadi tiga kali revolusi. Revolusi Industri 4.0, sesuai dengan namanya, adalah revolusi keempat
1. Revolusi Industri 1.0
Revolusi industri yang pertama terjadi pada akhir abad ke-18. Hal ini ditandai dengan ditemukannya alat tenun mekanis pertama pada tahun 1784.
Kala itu, industri diperkenalkan dengan fasilitas produksi mekanis yang menggunakan tenaga air dan uap. Peralatan kerja yang awalnya bergantung pada tenaga manusia dan hewan akhirnya digantikan dengan mesin tersebut. Akibatnya, meski jumlah produksi meningkat, banyak orang yang menganggur.
Sumber lain menyebutkan, Revolusi Industri Pertama dimulai di Inggris sekitar tahun 1760. Diperkuat oleh penemuan besar: mesin uap. Mesin uap memungkinkan proses manufaktur baru, yang mengarah ke penciptaan pabrik.
2. Revolusi Industri 2.0
Revolusi Industri Kedua datang kira-kira satu abad kemudian dan ditandai oleh produksi massal di industri-industri baru seperti baja, minyak, dan listrik. Bola lampu, telepon, dan mesin pembakaran internal adalah beberapa penemuan kunci dari era ini.
Penemuan semikonduktor, komputer pribadi dan internet menandai Revolusi Industri Ketiga dimulai pada 1960-an. Ini juga disebut sebagai “Revolusi Digital.”
Revolusi industri 2.0 terjadi di awal abad ke-20. Kala itu ada pengenalan produksi massal berdasarkan pembagian kerja. Produksi massal ini dimungkinkan dengan adanya listrik dan jalur perakitan.
3. Revolusi industri 3.0
Revolusi industri 3.0 ditengarai terjadi aawal tahun 1970. Dimulai dengan penggunaan elektronik dan teknologi informasi guna otomatisasi produksi.
4. Revolusi industri 4.0
Awal 2018 hingga saat ini disebut era Revolusi Industri 4.0 yang menggabungkan teknologi otomatisasi dengan teknologi cyber (internet).
Industri 4.0 merupakan tren otomatisasi dan pertukaran data dalam teknologi manufaktur. Pada era ini, industri mulai menyentuh dunia virtual, berbentuk konektivitas manusia, mesin dan data, semua sudah ada di mana-mana. Istilah ini dikenal dengan nama “Internet of Things” (IoT).
Pengertian Revolusi Industri 4.0
Menurut Wikipedia, Industri 4.0 adalah nama tren otomasi dan pertukaran data terkini dalam teknologi pabrik. Istilah ini mencakup sistem siber-fisik, internet untuk segala, komputasi awan dan komputasi kognitif.
Industri 4.0 menghasilkan “pabrik cerdas”. Di dalam pabrik cerdas berstruktur moduler, sistem siber-fisik mengawasi proses fisik, menciptakan salinan dunia fisik secara virtual, dan membuat keputusan yang tidak terpusat.
Lewat “Internet untuk segala” (IoT), sistem siber-fisik berkomunikasi dan bekerja sama dengan satu sama lain dan manusia secara bersamaan. Lewat komputasi awan, layanan internal dan lintas organisasi disediakan dan dimanfaatkan oleh berbagai pihak di dalam rantai nilai.
Istilah “Industrie 4.0” berasal dari sebuah proyek dalam strategi teknologi canggih pemerintah Jerman yang mengutamakan komputerisasi pabrik.
Klaus Schwab, pendiri dan ketua eksekutif WEF yang berbasis di Jenewa, menerbitkan sebuah buku tahun 2016, berjudul “Revolusi Industri Keempat” dan menciptakan istilah itu pada pertemuan Davos.
Schwab berpendapat, revolusi teknologi sedang berlangsung “yang mengaburkan batas antara bidang fisik, digital, dan biologis.”
Sederhananya, Revolusi Industri Keempat mengacu pada bagaimana teknologi seperti kecerdasan buatan atau artificial intellegence (AI), kendaraan otonom dan internet bergabung dan memengaruhi kehidupan fisik manusia.
Schwab berpendapat, perubahan teknologi ini secara drastis mengubah cara individu, perusahaan dan pemerintah beroperasi, yang pada akhirnya mengarah pada transformasi masyarakat yang serupa dengan revolusi industri sebelumnya.
Akibatkan Tsunami PHK
Dilansir CNBC Indonesia, Revolusi industri 4.0 menimbulkan ketakutan bagi banyak pihak soal pekerjaan manusia yang akan digantikan teknologi terkini.
Di Indonesia, revolusi industri ini sudah terlihat di sektor perbankan. Banyak karyawan perbankan yang nasibnya terancam karena revolusi industri ini.
Jaringan Komunikasi Serikat Pekerja Perbankan Indonesia mencatat sudah ada 50.000 karyawan bank yang di-PHK karena perkembangan teknologi.
Sejak Hindia Belanda
MenurutMenteri Perindustrian, Airlangga Hartato, revolusi industri 4.0 sejatinya dimulai sejak zaman pemerintahan Hindia-Belanda.
Saat itu, revolusi industri pertama hadir dalam konteks steam engine atau mesin uap. Revolusi industri kedua pada saat otomotif general fort mebuat line production Indonesia masih Hinda-Belanda. Revolusi industri ketiga diawali di tahun 90-an dengan mulai otomatisasi dan pada watu itu terjadi globalisasi.
Saat ini yang namanya revolusi industri ke 4 dimulai dengan revolusi internet yang dimulai pada tahun 90-an.
Pemanfaatan Internet of things ini pertama kali dilakukan oleh Jerman. Jerman pula lah yang mengglobalkan istilah industri 4.0. (Detik).
Kelincahan Jadi Kunci
Pada era industri generasi keempat ini, ukuran besar perusahaan tidak menjadi jaminan, namun kelincahan perusahaan menjadi kunci keberhasilan meraih prestasi dengan cepat.
Hal ini ditunjukkan oleh Uber yang mengancam pemain-pemain besar pada industri transportasi di seluruh dunia atau Airbnb yang mengancam pemain-pemain utama di industri jasa pariwisata. Ini membuktikan bahwa yang cepat dapat memangsa yang lambat dan bukan yang besar memangsa yang kecil.
Oleh sebab itu, perusahaan harus peka dan melakukan instrospeksi diri sehingga mampu mendeteksi posisinya di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tahapan Era Disruptif Teknologi
Dilansir Berita Satu, McKinsey&Company memaparkannya dalam laporan berjudul An Incumbent’s Guide to Digital Disruption yang memformulasikan empat tahapan posisi perusahaan di tengah era disruptif teknologi.
1. Sinyal di tengah kebisingan (signals amidst the noise).
Pada tahun 1990, Polygram dicatat sebagai salah satu perusahaan recording terbesar di dunia. Namun, pada 1998 perusahaan ini dijual ketika teknologi MP3 baru saja ditemukan sehingga pemilik masih merasakan puncak kejayaan Polygram pada saat itu dan memperoleh nilai (value) penjualan yang optimal.
Contoh lainnya adalah industri surat kabar tradisional yang mengejar oplah dan pemasukan dari pemasangan iklan. Kemunculan internet yang mengancam dimanfaatkan oleh Schibsted, salah satu perusahaan media asal Norwegia, yang menggunakan internet untuk mengantisipasi ancaman sekaligus memanfaatkan peluang bisnis.
Perusahaan ini melakukan disruptif terhadap bisnis inti mereka melalui media internet yang akhirnya menjadi tulang punggung bisnis mereka pada kemudian hari.
2. Perubahan lingkungan bisnis tampak lebih jelas (change takes hold).
Pada tahap ini perubahan sudah tampak, namun dampaknya pada kinerja keuangan masih relatif tidak signifikan.
Dampak yang belum signifikan ini ditanggapi secara serius oleh Netflix tahun 2011, ketika menganibal bisnis inti mereka yakni menggeser fokus bisnis dari penyewaan DVD menjadi streaming.
3. Transformasi yang tak terelakkan (the inevitable transformation).
Pada tahap ini, model bisnis baru sudah teruji dan terbukti lebih baik dari model bisnis yang lama. Oleh sebab itu, perusahaan incumbent akan mengakselerasi transformasi menuju model bisnis baru.
Namun demikian, transformasi pada tahap ini akan lebih berat mengingat perusahaan incumbent relatif sudah besar dan gemuk sehingga tidak selincah dan seadaptif perusahaan-perusahaan pendatang baru (startup company) yang hadir dengan model bisnis baru.
4. Keseimbangan baru (adapting to the new normal).
Pada tahap ini, perusahaan incumbent sudah tidak memiliki pilihan lain selain menerima dan menyesuaikan pada keseimbangan baru, karena fundamental industri telah berubah dan juga perusahaan incumbent tidak lagi menjadi pemain yang dominan.
Para pengambil keputusan di perusahaan incumbent perlu jeli dalam mengambil keputusan, seperti halnya Kodak yang keluar lebih cepat dari industry fotografi sehingga tidak mengalami keterperosokan yang semakin dalam.
Demikian Pengertian Revolusi Industri 4.0 yang diolah dari berbagai sumber. Wasalam. (www.komunikasipraktis.com).*