Ujaran Kebencian (Hate Speech) dan Kejahatan Berlatar Kebencian (Hate Crime).
UJARAN Kebencian (Hate Speech) menjadi trending topic warga internet (netizen) khususnya pegiat media sosial. Istilah Hate Speech menjadi populer setelah Polri mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang ujaran kebencian pada 8 Oktober 2015 bernomor SE/06/X/2015.
Seperti dilansir media, ada empat poin instruksi tindakan preventif terkait ujaran kebencian.
- Pertama, setiap personel Polri diharapkan mempunyai pemahaman dan pengetahuan mengenai bentuk-bentuk kebencian.
- Kedua, personel Polri diharapkan lebih responsif atau peka terhadap gejala-gejala di masyarakat yang berpotensi menimbulkan tindak pidana.
- Ketiga, setiap personel Polri melakukan kegiatan analisis atau kajian terhadap situasi dan kondisi di lingkungannya. Terutama yang berkaitan dengan perbuatan ujaran kebencian.
- Keempat, setiap personel Polri melaporkan ke pimpinan masing-masing terhadap situasi dan kondisi di lingkungannya, terutama yang berkaitan dengan perbuatan ujaran kebencian.
Disebutkan dalam surat edaran tersebut, jika ditemukan perbuatan yang berpotensi mengarah ke tindak pidana ujaran kebencian, maka setiap anggota Polri wajib melakukan tindakan, antara lain memonitor dan mendeteksi sedini mungkin timbulnya benih pertikaian di masyarakat.
Selain itu, polisi juga harus melakukan pendekatan pada pihak yang diduga melakukan ujaran kebencian, mempertemukan pihak yang diduga melakukan ujaran kebencian dengan korban ujaran kebencian, mencari solusi perdamaian antara pihak-pihak yang bertikai dan memberikan pemahaman mengenai dampak yang akan timbul dari ujaran kebencian di masyarakat.
Jika tindakan preventif di atas sudah dilakukan namun tidak menyelesaikan masalah, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui upaya penegakan hukum sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan Undang-Undang yang berlaku.
Bentuk Ujaran Kebencian
Dalam surat dijelaskan pula bahwa ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam KUHP dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP, seperti
- Penghinaan
- Pencemaran nama baik
- Penistaan
- Perbuatan tidak menyenangkan
- Provokasi
- Penghasutan
- Penyebaran berita bohong.
Dalam surat tersebut dinyatakan, “Ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas, bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan atau kelompok masyarakat dalam berbagai komunitas”.
Kelompok masyarakat itu dibedakan dari aspek suku, agama, aliran keagamaan, keyakinan atau kepercayaan, ras, antar golongan, warna kulit, etnis, jenis kelamin, kaum difabel dan orientasi seksual.
Ujaran kebencian yang dimaksud dapat disampaikan lewat berbagai media seperti orasi kampanye, spanduk, media sosial, penyampaian pendapat di muka umum atau demonstrasi, ceramah keagamaan, media massa dan pamflet.
Dampak positif SE Ujaran Kebencian yaitu berkurangnya kata-kata kasar dan permusuhan di media sosial, terutama Facebook dan Twitter, serta di kolom-kolom komentar. Masyarakat “ngeri” jika harus berurusan dengan hukum gara-gara menulis status atau komentar yang dinilai masuk ke wilayah ujaran kebencian.
Di sisi lain, SE Ujaran kebencian dinilai dapat membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi, bahkan dikhawatirkan menyasar ke media massa.
Hate Crime, Kejahatan Berlatar Kebencian
Berbeda dengan Hate Speech yang baru populer belakangan, istilah Hate Crime sudah lama muncul di media-media dan kepolisian Eropa dan Amerika.
Hate Crime biasa disampaikan polisi di negara-negara Barat terkait tindak kejahatan terhadap properti atau individu dan komunikas umat Islam. Berlatar kebencian terhadap Islam dan Muslim, kaum Islamophobia menjadikan umat Islam sebagai target atau objek kejahatan, mulai serangan verbal hingga fisik.
Masjid, mushola, sekolah Islam, makam kaum Muslim, dan kaum Muslimah berjilbab kerap menjadi korban hate crime.
Di Inggris, misalnya, temuan Komisi Islam Hak Asasi Manusia atau Islamic Human Rights Commission (IHRC) menunjukkan, lebih dari separuh umat Muslim Inggris telah menjadi korban kejahatan kebencian (hate crime).
Seperti dilansir Daily and Sunday Express (12/11), IHRC melaporkan peningkatan serangan terhadap Muslim setelah lebih dari separuh respondennya mengaku pernah diperlakukan dengan penuh kecurigaan atau dituduh tanpa alasan.
IHRC menyatakan, sebanyak 52.528 kejahatan kebencian tercatat di Inggris dan Wales tahun lalu. Jumlah ini meningkat 18 persen dari tahun sebelumnya. Dari jumlah itu, sebanyak 3.254 serangan termotivasi oleh agama. Angka tersebut meningkat 43 persen dari tahun sebelumnya.
Menurut pengurus Dewan Muslim Inggris, Miqdaad Versi, pertumbuhan Islamofobia telah mencapai tingkat yang sangat mengkhawatirkan. Kebanyakan Muslim pernah menemukan anggota kelompoknya mendapat beberapa bentuk kekerasan, baik online, verbal, maupun fisik. (http://www.baticmedia.com).*