Heboh Prostitusi, AJI Menilai Media Terjebak Jurnalisme Kuning.
Demikian diberitakan Tempo. Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Suwardjono menyayangkan pemberitaan media online (situs berita) yang mengekspos kasus kematian pekerja prostitusi Deudeuh Alfisahrin alias Tata Chubby.
Media online juga makin “bersemangat” ekspos berita prostitusi online yang dikabarkan melibatkan sejumlah artis dengan tarif jutaan rupiah.
Suwardjono menilai, perkembangan berita prostitusi belakangan ini sudah melenceng dari koridor dan etika jurnalisme. Ia mencontohkan pemberitaan selebaran gelap yang berisi inisial artis dan model yang diduga terlibat prostitusi kelas wahid.
Media terjebak dengan memproduksi berita yang berbasis pada rumor. “Sumbernya tak jelas dan bisa mengarah pada jurnalisme kuning,” ujarnya.
Ditegaskan, berita sebagai produk kerja jurnalistik tak boleh keluar dari koridor fakta. “Fokus saja pada substansi kriminalnya, jangan mengeksploitasi hal yang masuk dalam ranah privasi, seperti profil keluarga pelacur,” tuturnya.
KITA sepakat dengan AJI. Media-media online memang tampak bersemangat menulis soal seks, layaknya media penganut jurnalsme kuning (yellow journalism), jurnalisme got (gutter journalism), alias koran kuning.
Motifnya, tak lain dan tak bukan adalah TRAFFIC! Media-media online kini “menuhankan” jumlah pengunjung situsnya yang berdampak pada pendapatan iklan, terutama Google Adsense.
Demi trafik, sejumlah media online berubah menjadi “media esek-esek”. Beberapa di antaranya bahkan memasang foto vulgar yang di era media cetak sangat ditabukan.
Lebih parah lagi “media online marginal” yang berusaha bersaing dengan media ternama dengan mempubliksikan daftar nama inisial, tarif, plus kepanjangan nama-nama inisial artis yang diduga menjadi pelacur online itu.
Anehnya, Dewan Pers belum bertindak atau terkesan membiarkan perkembangan media online yang mengarah ke jurnalisme kuning yang “doyan” pemberitaan cabul ini.
Menjadi wartawan yang baik memang tidak sekadar punya skills menulis yang hebat, tapi lebih dari itu… butuh idealisme, hati nurani, dan… iman! Wasalam. (www.baticmedia.com).*