HATI-HATI menangkap pesan komunikasi atau ucapan seseorang. Bisa jadi, yang diucapkan adalah majas ironi atau sindiran halus.
Majas artinya kiasan atau cara melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakannya dengan sesuatu yang lain. Ironi adalah kejadian atau situasi yang bertentangan dengan yang diharapkan atau yang seharusnya terjadi.
Dalam istilah sastra, majas ironi artinya majas yang menyatakan makna yang bertentangan dengan makna sesungguhnya, misalnya dengan mengemukakan makna yang berlawanan dengan makna yang sebenarnya dan ketidaksesuaian antara suasana yang diketengahkan dan kenyataan yang mendasarinya (KBBI).
Majas Ironi dipahami sebagai majas sindiran halus yang menyatakan pertentangan makna, menyanjung kemudian menjatuhkan, seperti “Tulisanmu terlalu artistik sehingga tidak bisa dibaca” (tulisan jelek).
Dalam komunikasi politik, majas ironi atau sindiran halus adalah hal “lumrah”. Ungkapan yang bernada sanjungan –padahal bermakna merendahkan– merupakan bagian dari “bahasa diplomatis” dalam komunikasi politik.
Contoh “terbaik” dan “teraktual” saat posting ini dibuat adalah usulan agar SBY menjadi Calon Wakil Presiden (Cawapres) dari Partai Demokrat untik Pemilihan Presiden-Wakil Presiden (Pilpres) 2014, sebagaimana diberitakan Republika Online: “SBY Diusulkan Maju sebagai Cawapres di 2014“.
Usulan itu dikemukakan mantan Ketua DPC Partai Demokrat Cilacap, Tri Diyanto. Loyalis Anas Urbaningrum ini mengatakan, koalisi yang dibangun Partai Demokrat akan sia-sia kalau cawapres yang diajukan berasal dari peserta Konvensi Partai Demokrat.
“Karena dari sekian calon cawapres yang ada, SBY calon yang popularitas dan keterpilihannya tinggi dibanding calon-calon lain,” kata Tri Diyanto, dalam pernyataannya kepada Republika Online (ROL), Selasa (15/4).
Kalau SBY benar-benar maju menjadi cawapres mewakili Demokrat, lanjut dia, Partai Demokrat pada 2019 akan kembali berjaya.
Usulan itu adalah majas ironi alias sindiran halus terkait perolehan suara Partai Demokrat yang menurun drastis dari 20% pada Pemilu 2009 menjadi 9% pada Pemilu 2014 –berdasarkan hitung cepat (quick count) yang dilakukan sejumlah lembaga survei. Wasalam. (www.komunikasipraktis.com).*