Hukum dan Etika Jurnalistik: Pengertian dan Contoh

Komunikasi Praktis

Istilah hukum dan etika jurnalistik mengandung tiga istilah: hukum, etika, jurnalistik. Masing-masing memiliki makna sendiri.

Hukum dan Etika Jurnalistik: Pengertian dan Contoh

Sebelumnya kita sudah membahas pengertian hukum dan etika. Hukum merupakan suatu tatanan peraturan atau perundang-undangan yang mengatur atau mengikat. Etika lebih banyak diartikan sebagai tingkah laku (perilaku), tata krama, atau sopan santun.

Kali ini kita membahas hukum dan etika jurnalistik, yaitu peraturan yang berlaku bagi wartawan atau perusahaan media (lembaga pers).

Hukum dan Etika Jurnalistik disebut juga Hukum dan Etika Pers dan Hukum dan Etika Media Komunikasi.

Jurnalistik, media, dan pers sendiri merupakan istilah yang berbeda, namun bermakna hampir sama. (Baca: Beda Jurnalistik, Media, dan Pers).

Hukum dan etika jurnalistik juga berarti hukum dan etika pers serta hukum dan etika media massa.

Pengertian Hukum dan Etika

Hukum (law) dan etika (ethics) sama-sama merupakan peraturan. Pelanggarnya mendapatkan sanksi, baik sanksi hukum maupun sanksi sosial.

Secara bahasa, hukum adalah peraturan, ketentuan, atau undang-undang yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah dan mengikat.

Hukum merupakan perintah yang wajib ditaati. Pelanggarnya kena sanksi, misalnya penjara atau denda, dan membutuhkan bukti fisik untuk membutikan adanya pelanggaran.

Etika adalah ilmu atau ketentuan tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Etika juga harus ditaati.

Pelanggaran etika biasanya memiliki implikasi setara dengan pelanggaran hukum, namun biasanya berupa sanksi sosial.

Dalam kontek jurnalistik, hukum jurnalistik –dalam hal ini UU Pers– juga mengandung etika jurnalistik (kode etik jurnalistik). Hukum pers mengharuskan adanya kode etik dan wartawan harus menaati kode etik profesi itu.

Etika –juga digambarkan sebagai filsafat moral– adalah sistem prinsip-prinsip moral yang berkaitan dengan apa yang baik bagi individu dan masyarakat.

Hukum adalah sistem aturan dan pedoman yang ditegakkan melalui lembaga sosial untuk mengatur perilaku. Namun, ada banyak perbedaan antara etika dan hukum.

Hukum dan Etika Jurnalistik adalah suatu tatanan peraturan yang mengatur dan mengawasi perilaku kerja jurnalistik.

Pelanggaran terhadap hukum dan etika (kode etik) dapat berakibat pada munculnya sanksi.

Pelanggaran terhadap hukum bisa berakibat munculnya sanksi secara pidana atau perdata (hukuman penjara atau denda). Pelanggaran terhadap etika memunculkan sanksi secara moral ataupun sanksi administratif.

Sanksi moral itu bisa bersifat sikap, penilaian dan pandangan yang diberikan masyarakat terhadap kualitas profesi yang dimiliki oleh pekerja jurnalistik (wartawan), sementara sanksi administratif diberikan oleh institusi atau lembaga pers bersangkutan.

Hukum Jurnalistik – Hukum Pers

Instrumen hukum yang berkaitan dengan Hukum Pers ada tiga yaitu berupa undang-undang:

  1. UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
  2. UU No 10 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
  3. UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
  4. UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

Selain itu, sejumlah peraturan atau regulasi yang masuk hukum pers dikeluarkan Dewan Pers:

  1. Peraturan Dewan Pers No.3 Tentang Standar Organisasi Perusahaan Pers
  2. Peraturan Dewan Pers No.5 Tentang Standar Perlindungan Profesi Wartawan
  3. Peraturan Dewan Pers No.6 Tentang Kode Etik Jurnalistik
  4. Peraturan Dewan Pers No.9 Tentang Pedoman Hak Jawab
  5. Peraturan Dewan Pers No.8 tentang Pedoman Penyebaran Media Cetak_Khusus_Dewas
  6. Prosedur Pengaduan ke Dewan Pers
  7. Piagam Palembang Tentang Kesepakatan Perusahaan Pers Nasional

Hukum utama pers atau jurnalistik di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.

Menurut UU ini pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

Kegiatan Pers dilakukan oleh perusahaan pers. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.

Untuk menjalankan kegiatan pers, perusahaan pers memiliki dan mempekerjakan wartawan yang bertugas mencari dan mengolah berbagai informasi.

Etika Jurnalistik: Etika Profesi Wartawan

UU Pers mengharuskan wartawan mematuhi Kode Etik Jurnalistik yang disahkan oleh Dewan Pers. Kode Etik Jurnalistik adalah etika profesi kewartawanan.

Selain kode etik jurnalistik, Dewan Pers juga mengeluarkan kode etik media online berupa Pedoman Pemberitaan Media Siber.

UU. No. 40/1999 Bab 1 Pasal 1 Poin 14 menegaskan:

Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan. wartawan  adalah orang yang secara teratur melakukan kegiatan jurnalistik.

Kode Etik Jurnalistik (KEJ)

Kode Etik Jurnalistik (KEJ) pertama kali dikeluarkan dikeluarkan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia).

KEJ itu antara lain menetapkan:

  1. Berita diperoleh dengan cara yang jujur.
  2. Meneliti kebenaran suatu berita atau keterangan sebelum menyiarkan (check and recheck).
  3. Sebisanya membedakan antara kejadian (fact) dan pendapat (opinion).
  4. Menghargai dan melindungi kedudukan sumber berita yang tidak mau disebut namanya. Dalam hal ini, seorang wartawan tidak boleh memberi tahu di mana ia mendapat beritanya jika orang yang memberikannya memintanya untuk merahasiakannya.
  5. Tidak memberitakan keterangan yang diberikan secara off the record (for your eyes only).
  6. Dengan jujur menyebut sumbernya dalam mengutip berita atau tulisan dari suatu suratkabar atau penerbitan, untuk kesetiakawanan profesi.

Menurut Asep Syamsul M. Romli dalam Jurnalistik Terapan (2002), ketika Indonesia memasuki era reformasi dengan berakhirnya rezim Orde Baru, organisasi wartawan yang tadinya “tunggal”, yakni hanya PWI, menjadi banyak. Maka, KEJ pun hanya “berlaku” bagi wartawan yang menjadi anggota PWI.

Namun demikian, organisasi wartawan yang muncul selain PWI pun memandang penting adanya Kode Etik Wartawan.

Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI)

Pada 6 Agustus 1999, sebanyak 24 dari 26 organisasi wartawan berkumpul di Bandung dan menandatangani Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI). Sebagian besar isinya mirip dengan KEJ PWI.

KEWI berintikan tujuh hal sebagai berikut:

  1. Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar
  2. Wartawan Indonesia menempuh cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi.
  3. Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah dengan tidak mencampurkan fakta dan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi
  4. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis dan cabul. Serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila.
  5. Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap
  6. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the records sesuai kesepakatan.
  7. Wartawan Indonesia segera mencabut meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani hak jawab 

KEWI ditetapkan sebagai Kode Etik yang berlaku bagi seluruh wartawan Indonesia. Penetapan dilakukan Dewan Pers sebagaimana diamanatkan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers melalui SK Dewan Pers No. 1/SK-DP/2000 tanggal 20 Juni 2000.

Pengertian Kode Etik Profesi

Menurut Keiser dalam (Suhrawardi Lubis, 1994: 6-7), etika profesi adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan profesional terhadap masyarakat dengan ketertiban penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.

Tujuan Etika Profesi

Suhrawadi Lubis (1994: 13) menyatakan bahwa yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika dalam kode etik profesi antara lain :
a. Standar-standar etika, yang menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab kepada lembaga dan masyarakat umum.
b. Membantu para profesional dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat dalam mengahadapi dilema pekerjaan mereka.
c. Standar etika bertujuan untuk menjaga reputasi atau nama para profesional.
d. Untuk menjaga kelakuan dan integritas para tenaga profesi.
e. Standar etika juga merupakan pencerminan dan pengharapan dari komunitasnya, yang menjamin pelaksanaan kode etik tersebut dalam pelayanannya.

Fungsi Etika Profesi

Fungsi etika profesi antara lain:
a. Sebagai sarana kontrol sosial;
b. Mencegah pengawasan atau campur tangan pihak luar;
c. Untuk membangun patokan kehendak yang lebih tinggi.

Sumber: Kusumaningrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat. 2006. Jurnalisme Teori & Praktik. Bandung: Rosda. Seno Adji, Oemar. 1990. Perkembangan Delik Pers di Indonesia. Jakarta: Erlangga; Siregar, RH, Komariah Sapardjaja, Lukas Luwarso. 2003. Delik Pers dalam Hukum Pidana. Jakarta: Dewan Pers dan Lembaga Informasi Nasional.

Discover more from Komunikasi Praktis

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading