Jurnalistik –disebut juga jurnalisme– adalah proses pengumpulan, penulisa, penyuntingan, dan publikasi berita melalui media massa. Itu pengertian praktis jurnalistik.
Dalam bahasa Inggris, jurnalism didefinisikan sebagai “collecting, writing, editing, and publishing news reports and other articles for newspaper, journals, television, radio, and related media.” (The Chambers Dictionary).
American Press Institute mendefinsikan jurnaistik sebagai berikut: “Journalism is the activity of gathering, assessing, creating, and presenting news and information“.
Hakikat jurnalistik adalah peliputan dan publikasi berita melalui media massa. Kuncinya adalah peliputan dan publikasi melalui media massa.
Warganet (netizen) juga melakukan peliputan dan publikasi melalui blog atau media sosial. Namun, itu namanya berbagi (sharing), bukan pelaporan (reporting) sebagaimana dilakukan wartawan (jurnalis).
Wartawan melakukan aktivitas jurnalistik secara rutin. Beritanya dipubikasikan media tempatnya bekerja.
Sejarah Jurnalistik
Sejarah jurnalistik senantiasa merujuk kepada Acta Diurna pada zaman Romawi Kuno masa pemerintahan kaisar Julius Caesar (100-44 SM).
Acta Diurna adalah papan pengumuman –semacam koran pada masa itu– berupa ukiran batu atau logam yang berisi berita atau informasi dan dipamerkan di Forum Romawi.
Acta Diurna dipercaya sebagai produk jurnalistik pertama di dunia sekaligus pers, media massa, atau surat kabar pertama di dunia.
Julius Caesar yang berinisiatif memamerkannya kepada publik disebut sebagai “Bapak Pers Dunia”.
Sebenarnya, Caesar hanya meneruskan dan mengembangkan tradisi yang muncul pada permulaan berdirinya kerajaan Romawi. Saat itu, atas peritah Raja Imam Agung, segala kejadian penting dicatat pada Annals, yakni papan tulis yang digantungkan di serambi rumah.
Catatan pada papan tulis itu merupakan pemberitahuan bagi setiap orang yang lewat dan memerlukannya.
Saat berkuasa, Julius Caesar memerintahkan agar hasil sidang dan kegiatan para anggota senat setiap hari diumumkan pada Acta Diurna.
Demikian pula berita tentang kejadian sehari-hari, peraturan-peraturan penting, serta apa yang perlu disampaikan dan diketahui rakyatnya.
Papan pengumuman itu ditempelkan atau dipasang di pusat kota yang disebut Forum Romanum (Stadion Romawi) untuk diketahui oleh umum.
Saat itulah muncul para Diurnarii, yakni orang-orang yang bekerja membuat catatan-catatan tentang hasil rapat senat dari papan Acta Diurna itu setiap hari, untuk para tuan tanah dan para hartawan. Merekalah cikal-bakal profesi wartawan (jurnalis) seperti saat ini.
Dari kata “Acta Diurna” itu pula kata “jurnalistik” berasal, yakni kata Diurnal dalam Bahasa Latin berarti “harian” atau “setiap hari”.
Diurnal diadopsi kedalam bahasa Prancis menjadi Du Jour dan bahasa Inggris Journal yang berarti hari, catatan harian, atau laporan. Dari kata Diurnarii muncul kata Diurnalis dan Journalist (wartawan).
History of Journalism juga mencatat, penyebaran informasi secara tertulis mulai berkembang pada masa peradaban Mesir yang mulai menemukan teknik pembuatan kertas.
Pada abad 8 Masehi, tepatnya tahun 911 M, di China muncul surat kabar cetak pertama dengan nama “King Pau” atau Tching-pao, yang berarti “Kabar dari Istana”.
Tahun 1351 M, Kaisar Quang Soo mulai mengedarkan surat kabar itu secara teratur seminggu sekali.
Pada era 1970–1980 komputer berkembang pesat sehingga mengubah proses produksi berita. Memasuki era 1990an teknologi komputer sudah semakin canggih dengan sudah adanya teknologi wireless, dan akses pengiriman berita melewati internet atau via satelit yang memudahkan wartawan untuk meliput dimana saja.
Pada era 200an mulai banyak situs-situs pribadi yang menuliskan laporan jurnalistik pribadi pemiliknya (blog). Walaupun tidak semua menuliskan karya jurnalistik, tetapi tetap banyak yang melaporkan karya jurnalistik bermutu juga.
Senior Editor Online Journalism Review, J.D Lasica pernah menulis bahwa blog merupakan salah satu bentuk jurnalisme dan bisa dijadikan sumber berita.
Jurnalistik Generasi Pertama: Cetak
Generasi pertama jurnalisme dimulai dari hadirnya media cetak (print media) surat kabar atau koran, diikuti dengan kemunculan tabloid dan majalah.
Surat kabar (newspaper) merupakan media cetak yang terbit setiap hari secara teratur, tulisannya dalam bentuk berita, artikel, feature, tajuk, dll. dengan beragam topik.
Surat kabar melahirkan ukuran media yang lebih kecil, yakni tabloid dan majalah (magazine), dengan topik khusus, namun ada juga berupa tabloid/majalah berita bertema umum.
Tabloid dan majalah umumnya mengutamakan gambar. Tabloid umumnya terbit seminggu sekali (mingguan) dan majalah sebulan sekali (bulanan).
Kelebihan majalah adalah mampu menyajikan informasi yang tidak hanya menjawab 5 W + 1H, tapi juga secara tuntas dengan bahasan dari berbagai sisi, dicetak dengan kertas yang menarik dan berkualitas sehingga mampu menampilkan gambar-gambar yang lebih menarik dan mampu disimpan pada jangka waktu yang sangat lama.
Dalam jurnalistik media cetak ada rangkaian proses pemberitaan yang disebut Newsprocessing meliputi:
- News Planning –perencanaan isi, rapat redaksi, pemilihan tema, penugasan.
- News Hunting –reportase: observasi, wawancara, riset data/litertur.
- News Writing –penulisan berita/naskah.
- News Editing –penyuntingan, seleksi naskah, penentuan naskah layak muat (fit to print).
- Layouting/Setting –tata letak, penenempatan headline, cover, foto utama, rubrikasi.
- Printing –percetakan.
- Distirbuting –distribusi, sirkulasi, penyebaran, penjualan.
Proses panjang penerbitan media cetak membuat sebuah berita memiliki kecermatan yang terjaga dengan baik.
Sebelum sampai kepada pembaca, berita melalui “banyak tangan” yang sengaja atau tidak disengaja turut melakukan penyuntingan. Sang layouter, misalnya, seringkali menamukan judul atau kata/kalimat yang salah ketik (typo) ataus salah eja.
Karena proses yang rumit itu pula, karya jurnalistik cetak lebih dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan (kredibilitas dan akuntabilitas).
Karakter lain, penggunaan bahasa jurnalistik dalam jurnalistik cetak diberlakukan secara ketat karena keterbatasan halaman/ruang atau sangat memengaruhi layout/tata letak.
Jurnalistik Generasi Kedua: Elektronik (Penyiaran)
Penemuan radio dan televisi (TV) memunculkan jurnalistik generasi kedua.
Radio yang awalnya sebagai media hiburan musik (lagu) turut andil dalam pemberitaan. Lahirlah jurnalistik radio (radio journalism).
TV yang semua merupakan media hiburan (film/drama) juga kemudian mengemas program berita. Lahirlah jurnalistik televisi.
Jurnalistik yang dilakukan di media radio dan TV disebut jurnalisme penyiaran (broadcast journalism) dengan ciri khas audio, video, dan bahasa tutur (conversational language).
Radio adalah media dengar atau bersifat auditory (untuk didengar). Karena itu, menyampaikan informasi melalui radio relatif lebih sulit dibandingkan dengan televisi.
Ketika pembaca berita menyajikan informasi, ia harus bisa menggambarkan peristiwa tersebut secara jelas, sehingga bisa ditangkap oleh imajinasi pendengar. Inilah yang membuat radio disebut sebagai theatre of mind. Menulis naskah radio disebut “menulis untuk telinga”.
Penulisan teks berita radio (untuk dibaca oleh news reader) harus menggunakan bahasa yang mudah dibaca oleh news reader dan mudah pula didengar oleh audiens.
Untuk mencapai tujuan tersebut, jurnalis radio menggunakan teori ELF (Easy Listening Formula), yaitu penulisan yang jika diucapkan, mudah didengar dan mudah dimengerti pada pendengaran pertama. Karena dalam radio tidak ada pengulangan. Tidak seperti media cetak yang bisa dibaca beberapa kali oleh penerima informasi.
Televisi adalah media pandang dan dengar karena bersifat audio visual serta kemampuan memainkan gambar sehingga mampu menstimulasi pendengaran dan pengelihatan. Namun, prinsip dasar televisi lebih rumit, karena suara dan gambar diatur sedemikian rupa agar tersaji dan diterima oleh khalayak secara sikron.
Karena melibatkan telinga dan mata (media pandang dan dengar), informasi dari televisi diingat lebih lama dibanding dengan yang diperoleh melalui membaca (media cetak). Sekalipun informasi yang disuguhkan persis sama.
Hal itu karena terdapatnya visualisasi berbentuk gambar bergerak dalam televisi. Visualisasi tersebut berfungsi sebagai penambah dan pendukung narasi yang dibaca reporter atau newsreader. Jadi, dalam menerima informasi, khalayak tidak hanya menggunakan satu indera, melainkan dua indera sekaligus, yaitu mata dan telinga.
Kelebihan jurnalistik radio dan TV antara lain cepat dan bisa live reporting atau siaran pandangan mata.
Laporan pandangan mata merupakan program siaran langsung dari tempat kejadian. Sering juga disebut on the spot reporting.
Jurnalistik Generasi Ketiga: Jurnalisme Online
Kehadiran dan perkembangan internet melahirkan jurnalisme online sebaga jurnalistik generasi ketiga.
Jurnalisme daring ini menggunakan situs web (website) sebagai saluran pemberitaan yang dikenal dengan media siber (cyber media), media online, atau situs berita (news site).
Jurnalisme online lahir tanggal 19 Januari 1998, ketika Mark Drugde membeberkan cerita perselingkuhan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton dengan Monica Lewinsky atau yang sering disebut “monicagate” di website Druge Report, setelah majalah Newsweek dikabarkan menolak memuat kisah skandal hasil investigasi Michael Isikoff itu.
Ketika itu, Drugde berbekal sebuah laptop dan modem, menyiarkan berita tentang “Monicagate” melalui internet. Semua orang yang mengakses internet segera mengetahui rincian cerita skandal Monica itu.
Di Indonesia Pada 17 Januari 1998 disebut-sebut sebagai tonggak sejarah kelahiran jurnalistik online, dan dua tahun kemudian, sekitar awal 2000, muncullah situs-situs pribadi yang menampilkan laporan jurnalistik pemiliknya yang kini dikenal dengan website blog, weblog, atau blog saja.
Sedangkan kemunculan di Indonesia ketika akhir kepemimpinan Orde Baru saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998. Berita tersebut tersebar luas melalui daftar atau grup email (milist) yang dikenal dikalangan aktivis demokrasi dan mahasiswa. Setelah itu, beragam media online pun hadir seperti detik.com dan lainnya.
Format penyajian informasi di media online mirip dengan di media cetak, namun media online menyajikan format lainnya selain teks (tulisan), yakni audio, video, animasi, dan infografis. Multimedia menjadi salah satu keunggulan jurnalisme online.
Pengertian Jurnalistik
Di awal tulisan ini sudah disebutkan pengertian jurnalisme dalam pengertian praktis. Dalam bahasa Inggris, jurnalistik lebih banyak ditulis “journalism” ketimbang “journalistic”.
Istilah “jurnalistik” berasal dari dalam bahasa Belandanya, “Journalistiek”, yang artinya “penyiaran catatan harian”.
Secara bahasa, jurnalistik artinya:
(1) yang menyangkut kewartawanan dan persuratkabaran;
(2) seni kejuruan yang bersangkutan dengan pemberitaan dan persuratkabaran
Secara istilah atau konseptual, jurnalistik dapat dipahami dari tiga sudut pandang, yakni sebagai proses; teknik; dan ilmu.
1. Proses
Jurnalistik adalah aktivitas mencari, mengolah, menulis, dan menyebarluaskan informasi kepada publik melalui media massa. Aktivitas ini dilakukan oleh wartawan (jurnalis).
2. Teknik
Jurnalistik adalah keahlian (expertise) atau keterampilan (skills) menulis karya jurnalistik (berita, artikel, feature) termasuk keahlian dalam pengumpulan bahan penulisan seperti peliputan peristiwa (reportase) dan wawancara.
3. Ilmu
Jurnalistik adalah bidang kajian mengenai pembuatan dan penyebarluasan informasi (peristiwa, opini, pemikiran, ide) melalui media massa.
Jurnalistik termasuk ilmu yang dinamis dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dan dinamika masyarakat itu sendiri.
Dalam konteks jurnalistik sebagai ilmu, Robert B (Effendy, 1984) sewaktu menyusut urutan ilmu menganggap bahwa jurnalistik sebagai ilmu, dalam hal ini ilmu terapan (ilmu terpakai).
Hal ini tidak mengherankan karena pada tahun 1457, Jurnalisme di Amerika serikat sudah berkembang menjadi ilmu (science) bukan sekadar pengetahuan (knowledge).
Hal ini tidak terlepas dari peran seorang tokoh pers dunia asal Amerika Serikat, Joseph Pulitzer yang mendirikan “School of Journalism” tahun 1903 dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan para wartawan kala itu.
Gagasan Pulitzer tersebut selanjutnya mendapat dukungan penuh dari Rektor Harvard University, Murray Buttler, karena ternyata jurnalisme tidak hanya mempelajari dan meneliti hal-hal yang bersangkutan dengan persuratkabaran semata, melainkan juga media massa lainnya, seperti radio dan televisi.
Selain menyiarkan pemberitaan melalui radio dan televisi, juga menyiarkan produk-produk siaran lainnya. Atas kenyataan tersebut, maka jurnalisme berkembang menjadi mass communication (komunikasi massa).
Namun, perkembangan selanjutnya, komunikasi massa dianggap tidak tepat lagi karena tidak merupakan proses komunikasi yang menyeluruh.
Penelitian yang dilakukan Lazasfeld, Wilbur Schramm dan sejumlah cendekiawan lainnya menunjukkan, gejala ssosial yang diakibatkan media ternyata tidak hanya berlangsung satu tahap (one step flow communcation) melainkan banyak tahap atau two step communction dan multistep communication.
Pengertian Jurnalistik Menurut Para Ahli
Berikut ini sejumlah definisi atau pengertian jurnalistik menurut para ahli (praktisi dan akademisi).
Ruang Lingkup Karya Jurnalistik
Menggambarkan ruang lingkup terhadap suatu disiplin ilmu yang sedang berkembang bukanlah hal yang mudah. Hingga kini sebetulnya belum ada ruang lingkup jurnalistik yang dapat diterima semua kalangan.
Kendati sudah memadai namun belum begitu terperinci, namun ruang lingkup jurnalistik yang diketengahkan oleh M.O Palapah dan Syamsudin (1976) dalam bukunya Studi Ilmu Komunikasi sampai saat ini tetap menjadi rujukan atau literasi dari studi ilmu Komunikasi maupun kajian ilmu Jurnalistik.
Dalam hal ini, keduanya membagi ruang lingkup karya jurnalistik ke dalam dua bagian, yakni News dan Views.
1. News
News adalah berita, yakni penyajian kumpulan bahan keterangan (informasi) atau laporan mengenai suatu peristiwa atau kejadian yang terbaru (aktual) serta laporan mengenai fakta-fakta yang aktual, menarik perhatian, dinilai penting atau luar biasa.
News terdiri atas Straight News dan Feature News.
Straight News adalah berita langsung, dalam arti penulisan berita ini ditulis apa adanya berdasarkan fakta atas kejadian. Tidak berbelit belit serta mengutamakan nilai aktualitas. Sifat utamanya adalah lugas, singkat dan langsung ke pokok persoalan dengan dukungan fakta-fakta akurat, namun tanpa mengabaikan kelengkapan data dan obyektivitas.
Berita jenis ini harus memenuhi unsur 5W+1H secara ketat dan harus cepat-cepat disiarkan atau dipublikasikan, karena terlambat sedikit maka berita akan dianggap basi.
Straight news terdiri atas :
– Matter of Fact News
Berita yang hanya mengemukakan fakta utama yang terlibat dalam suatu peristiwa itu saja. Berita langsung jenis ini ditulis cenderung pendek, terdiri atas dua atau tiga alinea.
– Interpretative Report
Pengungkapan peristiwa disertai usaha memberikan arti pada peristiwa tersebut, menyajikan interpretasi (Jakob Oetama, 1975). Berita interpretatif memfokuskan pada sebuah isu, masalah, atau peristiwa-peristiwa yang bersifat kontroversial.
Namun demikian, fokus laporan beritanya masih tetap menyampaikan tentang fakta yang ada dan bukan opini. Dalam jenis berita ini, wartawan atau penulis dituntut untuk dapat melakukan analisis dan menjelaskan persoalan yang terjadi dengan jelas.
Berita jenis ini sangat tergantung pada pertimbangan nilai (value) dan fakta yang ada. Wartawan yang menulis berita ini pada umumnya mencoba menerangkan berbagai peristiwa publik melalui penggalian informasi yang diperoleh langsung dari para narasumber.
Laporan interpretatif biasanya dipusatkan untuk menjawab pertanyaan “mengapa”, misalnya mengapa kenaikan BBM diprotes rakyat? mengapa calon presiden harus yang tegas? Mengapa aksi terorisme semakin menggejala? Mengapa aksi demo selalu marak terjadi?
Untuk dapat menurunkan berita jenis ini, wartawan biasanya mencari alasan-alasan dengan menggali informasi dari para narasumber yang terpercaya.
– Reportage
Menurut kaidah Jurnalistik, reportage atau reportase adalah pemberitaan suatu peristiwa, pernyataan, keterangan, pendapat atau ide melalui teknik liputan langsung ke tempat kejadian, wawancara atau studi literasi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), reportase adalah pemberitaan, pelaporan, dan teknik yang diajarkan kepada wartawan mengenai laporan kejadian berdasarkan pengamatan atau sumber tulisan.
2. Feature News
Berita feature atau feature adalah merupakan tulisan khas yang menggabungkan unsur jurnalistik dengan unsur sastra serta dapat mengabaikan segala aktualitas.
Feature dapat mengajikan kebenaran objektif namun juga terkadang subjektif dan cenderung mengutamakan segi minat insani.
Materinya bersifat ringan, menghibur, menenangkan, merangsang dan menimbulkan rasa emosional serta mengundang imajinasi pembaca dan memberi, menambah atau meningkatkan informasi tentang suatu keadaan atau peristiwa, masalah, gejala, proses, aspek-aspek kehidupan, termasuk juga latar belakang. (Pratikno, 1984).
Sekaitan dengan itu, menurut Wolseley dan Campbell, berita feature terdiri atas beberapa jenis, antara lain, 1) Feature minat insani; 2) Feature sejarah; 3) Feature biografi; 4) Feature perjalanan; 5) Feature yang mengajarkan keahlian; 6) Feature ilmiah.
2. Views
Views adalah opini, pandangan atau pendapat mengenai suatu masalah, kejadian atau peristiwa. Secara garis besar, Views terdiri atas editorial, special artikel, coloum dan feature artikel.
1. Editorial
Editorial atau tajuk rencana adalah opini berisi pendapat atau sikap resmi suatu media sebagai institusi penerbitan terhadap persoalan aktual, fenomenal, atau kontroversial yang berkembang di masyarakat.
Opini yang ditulis pihak redaksi diasumsikan mewakili redaksi sekaligus mencerminkan pendapat dan sikap resmi media yang bersangkutan.
2. Special Articles
Merupakan tulisan lepas berisi opini seseorang yang mengupas tuntas suatu masalah tertentu yang sifatnya aktual dan atau kontroversial dengan tujuan untuk memberitahukan (informatif), memengaruhi dan menyakinkan (persuasif argumentatif) atau menghibur khalayak pembaca (rekreatif).
Secara teknis jurnalistik, artikel adalah salahsatu bentuk opini yang terdapat dalam surat kabar atau majalah.
3. Column
Adalah opini singkat seseorang yang lebih banyak menekankan aspek pengamatan dan pemaknaan terhadap suatu persoalan atau keadaan yang terdapat atau terjadi di dalam masyarakat. Kolom lebih banyak mencerminkan cap pribadi penulis.
Sifatnya memadat memakna, berbeda dengan sifat artikel yang memapar melebar. Kolom ditulis secara inferensial, sementara artikel ditulis secara referensial. Biasanya dalam tulisan kolom terdapat foto sang penulis.
4. Feature Articles
Feature artikel adalah tulisan-tulisan mengenai suatu keadaan, kejadian, sesuatu hal, seseorang, sesuatu pikiran, sesuatu ideologi, tentang ilmu pengetahuan dan seterusnya yang dikemukakan sebagai pemberitaan dan atau informasi dengan tekanan terutama pada segi-segi rasa manusiawi yang mengandung nilai hiburan.
Berbeda dengan feature berita yang terikat pada deadline, penulisan feature artikel dapat lebih tenang, tidak terburu-buru oleh waktu bahkan ada feature artikel yang apabila misalnya di muat setahun kemudian masih tetap dapat diterima dan dinikmati oleh pembacanya.
Sementara perbedaannya dengan artikel adalah bahwa artikel lebih mengarah dan mengandung teori, pendapat, dan permasalahan. Karenanya tulisan artikel menjadi teoritis dan problematis bahkan menyebabkan pembaca mengernyitkan dahi ketika membacanya. Sedangkan feature artikel penuh dengan cerita human interest (Adi Subrata, 1991).
Selain menghibur dan informatif, feature artikel juga di tulis dan diwarnai secara pribadi oleh wartawan atau penulisnya itu sendiri. Sengaja diwarnai agar menarik dibaca, sesuai dengan fungsi feature itu sendiri, yakni mengemukakan suatu pribadi dan melukiskan suasana.
Karakteristik Jurnalistik
Jurnalistik atau jurnalisme menurut Luwi Ishwara (Kris Budiman, 2005) dalam buku Dasar-Dasar Jurnalistik mempunyai ciri-ciri atau karakteristik yang penting untuk diperhatikan, antara lain :
1. Skeptis
Sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah tertipu. Inti dari skeptis adalah keragu-raguan.
Karenanya, media massa biasanya tidak puas dengan permukaan sebuah peristiwa serta enggan untuk mengingatkan kekurangan yang ada di dalam masyarakat.
Wartawan akan terjun langsung ke lapangan, berjuang, serta menggali hal-hal yang eksklusif dari suatu peristiwa sebagai bahan berita.
2. Bertindak (action)
Wartawan tidak menunggu sampai peristiwa itu muncul, tetapi ia akan mencari dan mengamati dengan ketajaman naluri seorang wartawan (sense of social).
3. Berubah
Perubahan merupakan hukum utama jurnalisme. Media bukan lagi sebagai penyalur informasi, tetapi bertindak sebagai fasilitator, penyaring (filter) dan pemberi makna dari sebuah informasi.
4. Seni dan Profesi
Wartawan melihat dengan mata yang segar pada setiap peristiwa untuk menangkap aspek-aspek yang unik dan menarik di tengah kehidupan masyarakat.
5. Peran Pers
Peran pers adalah pers sebagai pelapor, bertindak sebagai mata dan telinga publik. Melaporkan peristiwa-peristiwa di luar pengetahuan masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka.
Selain itu, pers juga harus berperan sebagai interpreter, wakil publik, peran jaga (watchdog), dan pembuat kebijaksanaan serta advokasi.
Elemen Jurnalistik
Jurnalistik hadir untuk membangun masyarakat. Jurnalistik ada untuk memenuhi hak-hak warga negara, dan jurnalistik ada untuk demokrasi.
Namun, tujuan utama dari jurnalistik adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan warga agar mereka bisa hidup bebas dan mengatur diri sendiri.
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam buku The Elements of Journalism merumuskan 9 (sembilan) elemen jurnalistik (jurnalisme) yang diperoleh setelah Committee of Concerned Journalists mengadakan banyak diskusi dan wawancara dengan 1.200 wartawan dalam periode tiga tahun.
Rumuskan 9 (sembilan) elemen jurnalistik tersebut yang sejatinya harus diketahui dan menjadi landasan wartawan dalam menjalankan tugas kejurnalistikannya terdiri atas :
1. Kewajiban utama jurnalisme adalah pada pencarian kebenaran
2. Loyalitas utama jurnalisme adalah pada warga negara
3. Esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi
4. Jurnalis harus menjaga independensi dari obyek liputannya
5. Jurnalis harus membuat dirinya sebagai pemantau independen dari kekuasaan
6. Jurnalis harus memberi forum bagi publik untuk saling kritik dan menemukan kompromi
7. Jurnalis harus berusaha membuat hal penting menjadi menarik dan relevan
8. Jurnalis harus membuat berita yang komprehensif dan proporsional
9. Jurnalis harus diperbolehkan mendengarkan hati nurani personalnya.
Bahasa Jurnalistik
Bahasa jurnalistik atau biasa disebut dengan bahasa pers merupakan salah satu ragam bahasa kreatif bahasa Indonesia di samping terdapat juga ragam bahasa akademik (ilmiah), ragam bahasa usaha (bisnis), ragam bahasa filosofik, dan ragam bahasa literer (sastra) (Sudaryanto, 1995).
Dengan demikian bahasa jurnalistik memiliki kaidah-kaidah tersendiri yang membedakannya dengan ragam bahasa yang lain.
Bahasa jurnalistik merupakan bahasa yang digunakan oleh wartawan (jurnalis) dalam menulis karya-karya jurnalistik di media massa (Anwar, 1991).
Dengan demikian, bahasa Indonesia pada karya-karya jurnalistiklah yang bisa dikategorikan sebagai bahasa jurnalistik atau bahasa pers.
Bahasa jurnalistik itu sendiri juga memiliki karakter yang berbeda-beda berdasarkan jenis tulisan apa yang akan terberitakan. Bahasa jurnalistik yang digunakan untuk menuliskan reportase investigasi tentu lebih cermat bila dibandingkan dengan bahasa yang digunakan dalam penulisan features.
Dalam menulis banyak faktor yang dapat mempengaruhi karakteristik bahasa jurnalistik karena penentuan masalah, angle tulisan, pembagian tulisan, dan sumber (bahan tulisan).
Namun demikian, bahasa jurnalistik sesungguhnya tidak meninggalkan kaidah yang dimiliki oleh ragam bahasa Indonesia baku dalam hal pemakaian kosakata, struktur sintaksis dan wacana (Reah, 2000).
Karena berbagai keterbatasan yang dimiliki surat kabar (ruang, waktu) maka bahasa jurnalistik memiliki sifat yang khas yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas dan menarik. Kosakata yang digunakan dalam bahasa jurnalistik mengikuti perkembangan bahasa dalam masyarakat.
Sifat-sifat tersebut merupakan hal yang harus dipenuhi oleh ragam bahasa jurnalistik mengingat surat kabar dibaca oleh semua lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Dengan kata lain bahasa jurnalistik dapat dipahami dalam ukuran intelektual minimal.
Hal ini dikarenakan tidak setiap orang memiliki cukup waktu untuk membaca surat kabar atau majalah. Oleh karena itu, bahasa jurnalistik sangat mengutamakan kemampuan untuk menyampaikan semua informasi yang disajikan kepada pembaca dengan mengutamakan daya komunikasinya.
Dengan perkembangan jumlah pers yang begitu pesat pasca pemerintahan Soeharto — lebih kurang ada 800 pelaku pers baru — bahasa pers juga menyesuaikan pasar. Artinya, pers sudah menjual wacana tertentu, pada golongan tertentu, dengan isu-isu yang khas.
Karakteristik Bahasa Jurnalistik
Secara spesifik bahasa jurnalistik dapat dibedakan menurut bentuknya, yaitu bahasa jurnalistik surat kabar, bahasa jurnalistik tabloid, bahasa jurnalistik majalah, bahasa jurnalistik radio siaran, bahasa jurnalistik televisi dan bahasa jurnalistik media online.
Ciri- ciri utama bahasa jurnalistik yang dapat dipakai oleh semua bentuk media di antaranya :
– Sederhana, selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh khalayak pembaca yang sangat heterogen.
· Singkat, secara langsung kepada pokok masalah, tidak bertele- tele, tidak memboroskan waktu pembaca yang sangat berharga.
· Padat, sarat informasi maksudnya setiap kalimat dan paragraph yang ditulis memuat banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca.
· Lugas, berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufemisme atau penghalusan kata dan kalimat yang bias membingungkan khalayak pembaca sehingga terjadi perbedaan persepsi dan kesalahan konklusi.
· Jelas, mudah ditangkap maksudnya, tidak kabur.
· Menarik, mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca, memicu selera baca, serta membuat orang yang sedang tidur,terjaga seketika.
· Logis, apapun yang terdapat dalam kata, istilah, kalimat jurnalistik harus dapat diterima dan tidak bertentangan dengan akal sehat.
· Mengutamakan kalimat aktif, karena lebih mudah dipahami, dimengerti dan disukai oleh khalayak pembaca daripada penggunaan kalimat pasif.
· Menghindari kata jargon atau istilah teknis, karena ditujukan untuk umum bahasa jurnalistik harus sederhana, mudah dipahami, ringan dibaca, tidak membuat kening berkerut apalagi sampai membuat kepala berdenyut.*
Referensi:
1. Adinegoro. (1963). Publisistik dan Jurnalistik Djilid I. Penerbit Gunung Agung: Djakarta.
2. Effendi, Onong Uchjana. (1984). Televisi Siaran: Teori dan Praktek. Penerbit Alumni: Bandung.
3. Kovach, Bill and Tom Rosenstiel. (2007). The Elements of Journalism. Three Rivers Press: Rev Upd edition.
4. Palapah, MO, Atang Syamsudin. (1976). Studi ilmu Komunikasi. Bandung: Fakultas Publistik. UNPAD.
5. Suhandang, Kusnadi. (2001). Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk dan Kode Etik. Nuansa Cet. Pertama: Bandung.
6. Sumadiria, Haris AA. (2008). Bahasa Jurnalistik. Simbiosa Rekatama Media: Bandung.
7. Tebba, Sudirman. (2005). Jurnalistik Baru. Penerbit Kalam Indonesia: Jakarta.
8. Wahyudi, J.B. (1996). Dasar-Dasar Jurnalistik Radio dan Televisi. Pustaka Utama Grafiti: Jakarta.
9. Ya’kub, Hamzah. (1981). Publisistik Islam Teknik Da`wah dan Leadership. CV Diponegoro: Bandung.
10. Romli, Asep Syamsul M. (2001). Jurnalistik Terapan. BATIC Press: Bandung.