Media  

Blokir Situs Islam, Pemerintah Langgar HAM, UUD, dan UU Pers

Komunikasi Praktis
Blokir Situs Islam

LANGKAH Kemenkominfo yang “begitu saja” mengikuti rekomendasi BNPT untuk memblokir situs-situs Islam bisa dinilai melanggar HAM, UUD, dan UU Pers.

Hak Asasi Manusia (HAM) yang tertuang dalam The Universal Declaration of Human Rights dengan tegas menyatakan, setiap orang berhak atas kebebasan beropini dan berekspesi.

“Everyone has the right to freedom of opinion and expression; this right includes freedom to hold opinions without interference and to seek, receive and impart information and ideas through any media and regardless of frontiers” (Article 19)

UUD 1945 Pasal 28 F menegaskan hal senada: 

“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”

UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers juga menegaskan “Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara”. (Pasal 4 ayat 1) serta tidak ada sensor terhadap pers nasional:
 
“Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.” (Pasal 4 ayat 2 dan 3).

Jika situs-situs Islam yang diblokir pemerintah termasuk pers nasional (berbadan hukum) dan ternyata tidak menyebarkan radikalisme sebagaimana dituduhkan, maka pemerintah –dalam hal ini BNPT dan Kemenkominfo– sudah melanggar HAM, UUD, dan UU Pers.

Mestinya, Kemenkominfo mengkaji dulu rekomendasi BNPT sebelum “nurut begitu saja” dengan memblokir 22 situs Islam. Kajian difokuskan kepada:

  1. Apakah benar situs-situs Islam tersebut menyebarkan radikalisme? 
  2. Adakah bukti konten, tulisan, video, audio, grafis, atau posting yang berindikasi radikalisme?
  3. Apakah situs-situs Islam tersebut tergolong pers nasional (media jurnalistik) atau media propaganda?
  4. Mana yang termasuk media resmi dan mana yang “hanya” berupa blog pribadi?
  5. Melibatkan ulama, tokoh Islam, ormas Islam, MUI dalam kajian tersebut.

Pemblokiran situs-situs Islam yang pemberitaannya cenderung “anti-Jokowi” tersebut terindikasi pemberangusan kebebasan pers.

Dalam posting sebelumnya, Selamat Datang Era Baru Sensor Media, tampak jelas pemerintahan Jokowi-JK ingin mengendalikan pers/media dan tidak mau ada berita negatif tentang pemerintah.

Situs-situs Islam yang diblokir tersebut banyak memberitakan kelemahan dan kritik terhadap pemerintah.

Era pengendalian media sudah berlalu. Media online atau situs yang diblokir sekalipun masih bisa dibuka melalui saluran lain. Pemerintah tidak akan mampu mengendalikan arus deras informasi yang menyebar di internet –media online, media sosial, jejaring sosial.

Media (Pers) adalah kekuatan keempat setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pembungkaman terhadap media akan kontraproduktif karena akan memunculkan kekuatan riil semacam “people power”. Wasalam. (http://www.komunikasipraktis.com).*

Discover more from Komunikasi Praktis

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading